Merayu Awan

“Tahukah kau, Boi, langit adalah sebuah keluarga. Lihat awan yang berarak-arak itu, tak terpisahkan dari angin. Coba, bagaimana kau dapat memisahkan awan dari angin?” Sabari terpesona pada pertanyaan itu.

“Awan dan angin tak terpisahkan karena mereka saudara kandung. Ibu mereka adalah bulan, ayah mereka matahari. Setiap sore angin menerbangkan awan ke barat, matahari memeluk anak-anaknya dan dunia mendapat senja yang megah.”

Sabari terpukau.

“Awan adalah anak perempuan penyedih, gampang menangis. Jika awan menangis, turunlah hujan. Namun, kalau kau pandai membujuknya, ia takkan menangis.”

“Bagaimana cara membujuk awan, Ayah?”

“Nyanyikan puisi untuknya, namanya puisi Merayu Awan.” Ayahnya bersenandung,

Wahai awan
Kalau bersedih
Jangan menangis
Janganlah turunkan hujan
Karena aku mau pulang
Untukmu awan
Kau kuterbangkan layang-layang

Sejak saat itu, setiap menjelang tidur, tak jemu-jemu Sabari meminta ayahnya bercerita tentang keluarga langit dan melantunkan nyanyian untuk merayu awan. Tak lama kemudian Sabari kecil sudah bisa menyanyikan lagu itu. Awan sisik Januari yang berarak-arak di atas rumah beratap rumbia itu, diam-diam menyimak seorang bocah bernyanyi untuknya

Ini adalah sepenggal cerita dari novel Ayah karya Andrea Hirata. Sama seperti tetralogi Laskar Pelangi, saat aku membaca novelnya, aku merasa senang, greget, kagum sekaligus iri karena ingin bisa menulis sebagus Andrea. Novel Ayah masih mengambil tempat di Belitong, kampung halaman Andrea. Bercerita tentang hubungan ayah-anak dari masing-masing tokoh dalam cerita, persahabatan dan cerita romansa para remaja.

Pada bab berjudul Merayu Awan ini diceritakan tentang potret kedekatan antara Sabari dan ayahnya, Insyafi. Peribahasa yang berbunyi, “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.” tepat menggambarkan keadaan ayah-anak itu. Insyafi adalah pensiunan guru SD, bidang studi Bahasa Indonesia. Di usia senjanya, Insyafi semakin sering membuat puisi. Sabari yang setiap hari mendengar karya ayahnya itu lambat laun menjadi senang lalu berubah menjadi seseorang yang peka terhadap puisi. Sedikit demi sedikit ia pun belajar membuat puisi. Kelihaiannya membuat puisi menjadi semakin bermanfaat ketika dia mengungkapkan perasaan kepada wanita idaman hati, Lena.

Sabari jatuh hati kepada Lena dan tergila-gila kepadanya. Awal mula Sabari bertemu dengan Lena yaitu saat ujian masuk SMA. Lena dengan insting mencontek tingkat dewa, mengambil kertas jawaban Sabari yang duduk di dekatnya. Dia mengambil kertas itu dengan sangat profesional tanpa diketahui oleh pengawas ujian.

Selepas ujian, Lena menghadiahi Sabari sebuah pensil lalu pergi. Sabari senang bukan main. Saat itu dia belum tahu, siapa gerangan gadis cantik sang pencontek ulung itu. Ia hanya bisa memegang pensil sambil senyum sendirian membayangkan gadis cantik yang enggan hilang dari bayang-bayang pikiran. Untuk mengetahui cerita lengkapnya, kamu harus membaca novelnya. Tak elok rasanya kalau aku ceritakan semua.

Andrea adalah salah satu penulis favoritku di Indonesia. Pilihan kata atau diksi yang ia buat sungguh epik. Ciri khas Andrea, menurutku adalah bercerita secara filmis. Artinya ia mendeskirpsikan sebuah adegan cerita layaknya seorang penonton yang sedang menonton film. Sangat detil sekaligus menarik.

Hal yang paling aku ingat dari Andrea Hirata adalah perkataannya tentang menulis. Menurutnya, menulis itu 90% adalah riset atau penelitian tentang sesuatu dan 10% adalah menulis isi bukunya. Jangan dibalik menjadi 10% riset dan 90% menulis. Seorang penulis sebaiknya melakukan lebih banyak riset daripada mengedepankan isi tulisannya. Jika penulis sudah mengetahui sesuatu dan memahaminya maka ia tidak akan kesulitan saat akan menuangkan semua yang ia ketahui ke dalam sebuah buku.

Sebuah buku seperti novel itu dicetak dan dterbitkan kemudian dijual ke masyarakat. Dari tangan penulis, naskah buku diolah lagi oleh Editor untuk menyunting kata-kata di dalamnya. Apakah ada yang salah penulisan, salah tanda baca dan sebagainya. Berbeda dengan buku, kita yang menyebut dirinya sebagai seorang narablog atau blogger mengelola blog secara mandiri. Blogger menulis, menyunting sekaligus menerbitkan posnya.

Tapi hingga hari ini, tahap kedua yaitu editing atau sunting itu banyak diabaikan oleh para blogger. Jangankan melakukan riset yang lebih mendalam seperti yang dikatakan oleh Andrea, belajar tentang apa itu preposisi dan penggunaan tanda baca saja banyak yang salah. Yang paling sering aku temukan adalah salah penggunaan partikel di- sebagai kalimat pasif atau penunjuk tempat. Masih saja ada blogger yang menulis di benci, disekolah, di dapat, di jamu, dimana, diantara dan lain-lain. Ada juga yang masih mengira kalau akar kata ubah bisa menjadi bentuk kata kerja merubah, padahal seharusnya adalah mengubah.

Salah satu cara agar kita bisa terbiasa menulis yang baik adalah dengan membaca tuisan yang baik pula. Contohnya sedang kamu lihat sekarang. Bacalah novel-novel berkualitas seperti karya dari Andrea Hirata. Kamu mungkin memiliki banyak pilihan lain, tapi pastikanlah kalau kamu harus membaca. Juga, cobalah tulis sesuatu yang memiliki manfaat banyak untuk orang lain.

Aku dan kamu, sebagai blogger tidak boleh berhenti hanya pada belajar menulis. Kita butuh inspirasi dan ide dari para penulis profesional. Kita harus membiasakan diri untuk gemar membaca. Dengan membaca novel seperti novel Ayah, kita akan belajar bagaimana kata-kata bisa membius jiwa. Betapa kata-kata bisa menggugah imajinasi pembaca. Ujungnya, kita berkeingingan agar bisa menulis seindah dan sekuat Andrea. Itu yang aku rasa.

19 thoughts on “Merayu Awan

  1. Melihat karya Andrea Hirata kali ini saya teringat pada dua orang sekaligus. STA dan HAMKA sastrawan angkatan sebelum 45. STA dengan Siti Nurbaya, entah bagaimana menghubungkannya tiba-tiba saja ingat ke STA. Kalau HAMKA jelas dengan novel dengan judul yang mirip: Ayahku meskipun saya belum membacanya

    Like

    1. Aku belum pernah membaca karya dari Sutan Takdir Alisjahbana.

      Tapi HAMKA dengan Tenggelamnya Kapal Vanderwick, baru aku baca sepertiganya.

      Untuk novel yang berjudul Ayahku belum sama sekali.

      Liked by 1 person

      1. Belum pilih-pilih, Kak. Lagian udah lupa lupa sama bab-bab yang ada. Aku ingat yang di postingan Kak Fahmi aja soalnya menyentuh banget sih bagian dongengnya itu;)

        Like

  2. Cara deskripsi Andrea Herata memang mengagumkan. Kita dibuat seolah-olah hadir di dalamnya, merasakan cinta, romansa, kisah sedih dan harapan.

    Di tangannya ia bisa menyulam hubungan antara Sabari dan ayahnya dengan bingkai cerita yang manis, persahabatan dengan alam dan puisi.

    Semoga kita berkesempatan lebih banyak utk belajar dari penulis2 berkualitas semacam AH.

    Nice article, Kang Fahmi.
    😀

    Like

  3. Mantap betul tulisan ini. Bagi orang yang belum pernah membaca buku ini, Ayu langsung terbius dan langsung ingin segera membacanya. Ayu suka bagaimana Kakak menggunakan kata-kata membujuk, tapi tidak seperti sedang membujuk. Keceee…Panutan emang!

    Like

      1. Nahhh…Spoilerrr wkwkwk.
        Ia, Ayu belum pernah membaca novel ini. Memang Andrea Hirata adalah penulis novel yang luar biasa, tapi untuk karyanya yang ini, belum buanget.

        Like

Comments are closed.