
Perjalanan saya bersama puisi.
Masa TK
Sejak TK saya sudah berkenalan dengan puisi. Saat itu saya sedang duduk sebagai murid TK A sebuah TK Islam di desa tempat tinggal saya.
Suatu hari, guru saya tiba-tiba memilih saya untuk mengikuti lomba membaca puisi antar TK se-kecamatan. Saya tidak tahu mengapa guru memilih saya. Mungkin karena saya sering menulis puisi di buku tulis.
Seingat saya, lomba baca puisi itu dilaksanakan pada siang hari. Saya diantar oleh bapak ke sebuah balai desa. Lomba baca puisi dilaksanakan di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar di balai desa itu. Ruangan itu agak gelap. Ada beberapa orang yang duduk di kursi plastik. Kursi ditata melingkar.
Di kursi itu, duduk para guru dan bersebelahan dengan muridnya. Anak-anak membaca puisi satu persatu sesuai gilirannya. Mereka membaca puisi sambil berdiri di depan orang tua atau guru mereka yang duduk di kursi.
Tibalah giliran saya untuk membaca puisi. Bapak saya menuliskan puisinya di balik kardus bekas susu formula. Mungkin bapak sengaja memilih kertas yang kaku agar tidak mudah ludes.
Saya membaca puisi di depan bapak saya yang juga duduk di kursi. Judul puisinya adalah “Gurita”. Beberapa kalimat masih saya ingat dari Puisi Gurita.
GURITA
Gurita
Tubuhku lunak tidak bertangan
Tetapi berkaki delapan
Setelah acara selesai, semua peserta dan orang tua/guru pulang. Saya tidak tahu bagaimana hasilnya, apakah juara atau tidak.
Itulah cerita saya bersama puisi saat masih TK.
Masa Sekolah
Saat masa MI dan SMP tidak banyak cerita tentang puisi. Saat MI kadang beberapa kali mendapatkan tugas dari guru Bahasa Indonesia untuk membuat puisi. Saat SMP juga seperti itu, mendapat tugas dari guru Bahasa Indonesia untuk membuat puisi dan membacakannya di depan kelas.
Saat masa SMA, saya mulai tertarik membaca puisi puisi dan buku sastra lama yang bisa dipinjam di perpustakaan sekolah. Saya juga senang membaca puisi di Majalah Horison yang saya pinjam dari perpustakaan sekolah.
Pada saat kelas X, saya mendapat kesempatan mengikuti lomba membaca puisi berbahasa Jerman yang diadakan oleh BEM Jurusan Bahasa Jerman sebuah Universitas Negeri di Surabaya. Saya dan rombongan berangkat naik bus.
Ada banyak lomba yang diadakan, yaitu lomba baca puisi Bahasa Jerman, cerdas cermat tentang Jerman, lomba memasak makanan Jerman, dan drama musikal Bahasa Jerman.
Selepas masa sekolah
Setelah masa sekolah, termasuk di dalamnya masa kuliah dan kerja, saya tetap beberapa kali membaca puisi. Saya membeli buku puisi Emha Ainun Najib berjudul Seribu Masjid Satu Jumlahnya. Saya juga dan meminjam buku puisi Sapardi Joko Damono. Di tahun ini, saya sempat membeli buku puisi Madah Kelana karya Sanusi Pane.
Setelah bergabung dengan lkatan Kata, bertepatan dengan adanya proyek menerbitkan buku antologi puisi berjudul Pelangi Dalam Aksara. Saya mengikutinya. Itulah buku antologi puisi pertama saya yang diterbitkan. Terima kasih Ikatan Kata yang telah mengadakan penerbitan antologi puisi Pelangi Dalam Aksara.
Penerbitan antologi puisi Pelangi Dalam Aksara ini memberi pengalaman baru bagi saya. Saya sangat senang bisa menjadi anggota tim antologi puisi ini. Terlebih, proses penerbitan dan segala prosesnya juga tergolong cepat. Sebelumnya, saya tidak tahu bagaimana cara menulis dan menerbitkan sebuah buku. Sekarang saya jadi tahu bahwa berhubungan dengan puisi tidak hanya berupa membeli buku puisi, membaca, dan mengikuti lomba baca puisi. Menerbitkan buku antologi puisi juga bisa dikategorikan berhubungan dengan puisi karena menambah khasanah penerbitan puisi.
luar biasa sejak TK sudah kenal puisi
LikeLike
lema; puisi sejak dini
btw, coba benahi alinea antar paragraf su[aya lebih rapi. cek di desktop untuk melihat lebih jelas
LikeLiked by 1 person
Puisi adalah bahasa yang indah. Dan luar biasa akhirnya bisa menerbitkan karya. Salut. 🙂 jalan panjang yang punya kisah membaik 🙂
LikeLike
terima kasih
LikeLike