” Apa sih yang kamu suka dari kaktus ini? ” Pertanyaan yang sama selalu diajukan seorang teman bila bertandang ke rumah, sembari memandang sinis kepada si kaktus. Walaupun sering ke rumah tetapi setiap kali kami ngobrol (karena ngobrolnya pasti selalu dekat si kaktus) maka hal yang sama pasti dia utarakan.
Seperti biasa, aku no coment dengan hal-hal seperti itu. Cukup seulas senyum paling manis aku pamerkan. Karena perkara suka tidak suka tidak perlu diperdebatkan. Satu yang pasti, selera setiap orang berbeda. Dan perbedaan itulah yang membuat dunia indah dan keseimbangan terus berlangsung.
Oke, kita lupakan soal perbedaan selera dan kita kembali ke kaktus.
Jadi tulisan ini akan berbicara seputar kaktus. Tapi bukan tentang jenis kaktus, harga kaktus, media kaktus atau segala tetek bengek perkaktusan. Tapi sesuatu yang lebih dari itu, kita berbicara tentang filosofi kaktus.
Kaktus, si tumbuhan berduri ternyata mempunyai filosofi yang layak direnungkan.
Seperti kita tahu, habitat alami kaktus adalah padang atau gurun pasir. Di mana padang pasir adalah daerah kering. Kaktus mampu bertahan hidup tanpa air dalam waktu yang sangat lama. Tapi bukan berarti tidak membutuhkan air karena ternyata bagian batangnya yang tebal mampu menyimpan banyak air dan itulah yang membuatnya mampu bertahan hidup dalam kondisi kekeringan. Ditambah lagi akar kaktus yang panjang dan menyebar kemana-mana yang bertujuan untuk menyerap air.
Dari hal tersebut di atas, maka ada beberapa rangkuman filosofi kaktus yang bisa kita kaitkan dengan kehidupan manusia, antara lain:
- Kaktus mengajarkan kita akan ketangguhan hidup. Tangguh bertahan di tengah suasana yang paling kering sekali pun.
- Kaktus juga mengajarkan kita akan kebijaksanaan, bagaimana batangnya yang tebal mampu menyimpan banyak air untuk bertahan hidup. Kiranya kita juga senantiasa menimba dan mengamalkan banyak ilmu sebagai bekal masa depan apalagi di tengah persaingan kehidupan yang semakin sulit saat ini.
- Kaktus mengajarkan agar manusia jangan manja, kaktus tidak perlu harus di urus terus menerus. Sebagai mahluk hidup, kaktus memang membutuhkan perhatian tapi bukan harus di elus-elus atau dirawat setiap hari.
- Kaktus juga memberi pengajaran melalui duri yang tajam. Pengajaran agar manusia pandai melindungi diri.
- Melalui akar kaktus kita belajar bagaimana harus bekerja keras dan tidak putus asa dalam mencapai dan mewujudkan impian.
- Melalui kaktus kita juga belajar tentang kesabaran. Sabar dalam menjalani kehidupan, bahwa semua indah pada waktunya. Mungkin tidak banyak yang tahu bila di balik penampilan kaktus yang gersang dan berduri sebenarnya kaktus memiliki bunga yang indah dan menawan. Tetapi bunga tersebut tidak tumbuh begitu saja, melainkan membutuhkan proses yang lama. Butuh kesabaran untuk dapat menyaksikan bunga kaktus mekar. Seperti halnya kehidupan manusia yang memerlukan proses dan kesabaran.
Itu dia sebagian dari filosofi kaktus yang sangat menarik. Kalau mau digali lebih dalam pasti lebih banyak lagi filosofi kaktus yang bisa kita temukan. Dan kalau ini kuterangkan kepada temanku tadi, mungkin dia hanya akan tertawa terkekeh-kekeh sambil mengatakan bahwa aku terlalu berkhayal sampai membuat cocoklogi antara manusia dan kaktus. Hmmm, sepertinya tak usah deh diberitahu soal ini, terlalu bijaksana dia nanti, susah itu …he he he
Sebagai penutup, di saat badai covid-19 yang melanda dunia saat ini ternyata filosofi kaktus ini layak dipertimbangkan menjadi sebuah bahan renungan. Bahwa itulah yang seharusnya kita lakukan.
“Bertahanlah di tengah situasi yang paling tidak bersahabat sekalipun dengan selalu bijaksana dan melindungi diri sampai akhirnya badai berlalu dan kita dapat tersenyum memetik buah kesabaran itu.”
-Gassmom-
Pematangsiantar, 110420
Filosofi yang bagus untuik kita renungkan.
Btw, merawat kaktus juga katanya mudah ya. Tidak ribet.
LikeLiked by 1 person
asalkan jangan terlalu memanjakan dengan air
LikeLiked by 1 person
Kalau dimanjakan dengan air malah busuk ๐
LikeLiked by 1 person
betul, akan menyebabkan kaktus membusuk
LikeLiked by 1 person
Terlalu banyak selalu tidak.baik ya, mas
Terlalu banyak makan, minum, bicara, janji dan apalagi ya?
Kalau terlalu cinta, burukkah?
LikeLiked by 1 person
itulah yang namanya keseimbangan
terlalu cinta? siap-siaplah menerima kecewa jika berbeda dengan yang diharapkan
LikeLiked by 1 person
Ya apalagi kalau beda keyakinan yah
Si pria yakin cinta
Si wanita yakin nggak
Haha
LikeLiked by 1 person
hahaha
buat saja postingannya mas, sepertinya bisa banyak menguras air mata
LikeLiked by 1 person
Ide bagus.
Kalau menulis seperti ini, mesti pilih diksi yang apik. Bukan berima
I’l try
LikeLiked by 1 person
Benar, tidak ribet.
LikeLike
Terlalu Cinta —-> Rossa
Kecewa——>BLL
Cinta beda Keyakinan —–> Judika
mari kita nikmati lagunya, satu persatu ๐๐๐๐
LikeLike
Salah ketik, Kecewa itu penyanyinya BCL
LikeLike
Manusia memang makhluk yang pintar menganalisa, mempelajari bahkan menganalogikan benda-benda dengan kehidupan dan dirinya. Termasuk filosofi ini.
Nice, Ito.
LikeLiked by 1 person
Itulah kelebihan manusia sebagai mahluk hidup dengan derajat paling tinggi.
Terima kasih Pak.
LikeLike
betul banget, kak, kaktus tidak harus di elus-elus atau dirawat setiap hari. Malah kalau dielus-elus tangan kita yg kena durinya. hihi
LikeLiked by 2 people
Iya๐
LikeLike