Selamat di waktu apa pun kalian membaca tulisan ini kawan-kawan yang mengagumkan. Jadi di Ketik#10 ini saya akan menulis cerita menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal juga gaya tulisan implisit.
Aku terkejut, saat menemukan diriku tersekap dengan mulut tersumpal kain serta tanganku ditalikan dengan kursi di dalam sebuah ruang pengap dan gelap. Aku di mana? Pikiranku mulai mengingat kejadian beberapa jam lalu. Saat seseorang menyeret dan membekap mulutku dengan tangan kekarnya tanpa ampun.
“Brrak!” suara pintu di depanku terbuka dengan kasar. Memperlihatkan sosok laki-laki dengan perawakan tinggi besar, berkulit putih serta berkumis tebal.
“Sudah membuka mata rupanya kau pengecut! Aku kira sudah mati,” katanya kasar.
“Kau tahu ‘kan kenapa ada di ruang ini?” lelaki itu berbicara setengah berbisik dengan jarak cukup dekat hingga bau alkohol di mulutnya bisa aku hirup.
“Plakk!” Satu tamparan mendarat di pipiku yang mulai sembab oleh air mata.
“Gak usah nangis! Tangismu gak bakal membuatku iba dan melepasmu, Bajingan!”
Aku terisak mendengar ucapan dan cacian yang kian busuk terlontar. Sesaat lelaki itu mendekati lalu membuka bekap mulutku dengan kasar.
“Apa maumu? Katakan!” ucapku parau.
“Tak puaskah kau setelah membunuh anakku? Biarkan aku hidup bahagia dengan suamiku, Reno. Aku mohon lepaskan aku,” suaraku semakin lemah.
“Jaga ucapanmu wanita jalang! Urusan kita belum selesai.” Laki-laki itu duduk di kursi tepat di depanku.
“Aku tak pernah ingin menjadi lelaki yang selalu menghantui dan meneror keluarga orang lain, Sa. Aku tak pernah ingin seperti ini!” ucapnya dengan nada yang semakin meninggi.
“Sampai sekarang pun aku tak pernah ikhlas kamu dimiliki orang lain. Jadi maafkan aku jika ini yang selalu aku lakukan. Membunuh anakmu adalah hal tepat, karena tingkah suamimu yang tak sopan denganku!”
“Apa salah anak itu? Bunuh saja aku, Ren! Bunuh aku sekalian!” Aku semakin terisak.
“Itu juga yang akan aku lakukan kepadamu hari ini, Sa. Jangan sungkan!” Senyumnya bengis seperti tak pernah melakukan salah apa pun.
Dia lalu mengeluarkan pistol dari dalam sakunya, “Kamu sudah siap?” pistol dia acungkan tepat di depan jidatku.
“Silakan, Ren. Jika itu akan membuatmu berhenti menerorku dan keluargaku.”
“Ucapkan satu pesan yang akan aku sampaikan kepada suamimu, Sa. Atau perlu aku memberi selembar kertas untukmu menulis pesanmu.” Tawanya terbahak meledekku yang mulai gelisah.
Senyumku getir, “Terima kasih kau membuatku paham jika cinta itu buta dan mematikan, Reno. Sampaikan kepada suamiku jika aku telah mati di tangan orang yang sempat aku cintai dan ucapkan terima kasih juga karena sudah menjadi suami yang bijaksana untukku,” ucapku berakhir, mataku lalu terpejam, siap menerima kemungkinan yang terjadi selanjutnya.
Tak menunggu waktu lama,
“Dorr!” Peluru itu melesat dari sarangnya, beberapa saat terjadi keriuhan di ruang tersebut.
“Salsa, buka matamu, sayang. Kamu baik-baik saja, ’kan?” suara itu membangunkanku.
“Ardi? Aku masih ….”
“Iya, Sa kamu masih hidup, sayang.” Ardi lalu membuka tali di tanganku dan memeluk tubuhku dengan erat, meyakinkan jika aku baik-baik saja.
Beberapa polisi lalu membawa jenazah Reno yang sudah terbujur kaku keluar dari ruang tersebut. Darah segar mengucur dari kepala Reno, “Maafkan aku, Reno,” ucapku lirih. Kami lalu keluar dari ruang tersebut.
Baru beberapa langkah kaki kami mengayun, “Dorr!” suamiku tiba-tiba terjatuh dengan darah segar mengucur dari punggungnya.
“Ardi …,” suaraku lantang menggelegar memenuhi lorong ruangan. Sesaat aku melihat seorang laki-laki dengan dengan perawakan sama seperti Reno, berdiri tegap mengacungkan pistol tepat di depan tubuh suamiku terjatuh. Seringai jahat dan kepuasan terlihat jelas dari bibir lelaki tersebut.
“Kau…kenapa…masih…,” tanyaku terbata, aku terperangah melihat sosok tersebut.
“Kau tak bisa melawanku keparat! Selamat tinggal!” dia berkata penuh api kemarahan.
“Dorr!” Suara pistol kembali terdengar dan seketika semua menjadi gelap
#end!
-perempuan aksara.
Koreksi:
1. dimulutnya (di mulutnya)
2. Sesaat lelaki itu mendekatiku, membuka bekap mulutku dengan kasar. (Sesaat lelaki itu mendekat lalu membuka bekap mulutku dengan kasar.)
3. dikursi (di kursi)
4. di miliki (dimiliki)
5. apapun (apa pun)
6. tangannku (tanganku)
NOTE : Sepertinya mesti lihat KETIK6 lagi tentang preposisi
LikeLike
maaf mas, belum dikoreksi langsung terposting. hehehehe
LikeLike
ya, biasakanlah baca dulu. jangan buru-buru nerbitin pos sebelum proses sunting.
tolong dibiasakan ya
LikeLike
baik, mas. terima kasih koreksinya. nuhun
LikeLike
wah, mati semua tokohnya 😛
LikeLike
iyakah matii, bu?? hahaha
LikeLike