Istimewa

Sekarang lagi musim ikan hias. Musim di antara banyak musim buatan manusia. Kalian bisa lihat kan, kami dipajang berjejer cantik di etalase toko ini. Aku salah satu yang termahal di antara ikan yang dijual. Siripku berwarna emas. Buntutku bisa berkilau saat berenang. Dan bagian tubuhku yang lain, insang, bahkan bisa berubah-rubah warna tergantung suhu ruangan. Tapi kami heran. Apakah pembeli itu tahu kalau kami ini tak bisa menebak suasana hati seperti bualan si pemilik toko? Pembeli-pembeli itu ternyata suka sekali ditipu.

Kali ini Tuan Toko berhasil menukarku dengan puluhan lembar uang berwarna biru. Seperti kataku tadi. Melihat raut si Tuan Toko yang sangat puas, aku semakin yakin bahwa hargaku sangat mahal. Dan benar saja, gadis mungil yang sejak tadi memperhatikanku dari dekat. Ia yang membeliku. Tangannya berkali-kali mengetuk tabung kaca, tersenyum dan sepertinya mengajakku berbicara.

Kami pulang. Ia bernyanyi dengan riang, membawaku di pangkuannya sepanjang perjalanan. Ah, aku pasti sangat istimewa baginya. Botol ini sebenarnya sempit. Aku lebih suka berada di akuarium yang besar. Di mana banyak kayu atau bebatuan untukku bersantai. Mungkin besok aku akan dipindahkan. Semoga saja. Karena bila tak dipindahkan, lebih baik aku keluar saja dari botol ini! Eh, tapi aku kan seekor ikan, bukan jin yang bisa keluar masuk botol sesuka hati.

Sampai di rumah, gadis kecil tadi menaruhku di atas meja belajar. Maksudnya aku dan botol kacaku. Aku lihat ia melambai-lambaikan tangan padaku sebelum mengangkat seekor kucing. Sepertinya ia memperkenalkanku pada kucing besar itu. Aku pun menari-nari, menyapa si kucing  dan menunjukkan gerakanku yang gemulai dan lincah.

Anak itu menyebut nama, mungkin Jeck atau Jeckie, entalah. Jeckie, anggap saja itu namanya, punya bulu berwarna abu-abu dan belang hitam. Jeckie melihatku tanpa ekspresi. Ia mengitari botol, berputar-putar dan sepertinya menatapku dengan wajah lapar.  Tapi tenang saja. Botol ini tertutup rapat. Ya, aku pasti aman di sini. Aku kan ikan istimewa, hargaku sangat mahal, mana mungkin dijadikan makanan untuk kucing itu. Pasti aku akan dijaga baik-baik. Lagipula mana ada kucing yang bisa membuka tutup botol? Tenang saja. Aku pasti aman.

Tak lama Jackie turun dari meja belajar. Sepertinya ia tak tertarik padaku. Jeckie pun keluar dari kamar dan pergi begitu saja, diikuti si anak kecil. Aku sungguh bosan di sini. Di dalam botol ini. Mengapa hewan istimewa sepertiku harus terperangkap di botol sesempit ini. Padahal ruangan kamar ini besar. Andai ku punya kekuatan untuk pergi dari sini. Aku ingin sekali menjadi si anak kecil itu. Beruntung sekali dia. Tinggal di rumah mewah, dan punya kamar seperti kamar ini. Kasurnya saja mungkin beratus kali lipat dari botol sempit tempatku berenang sekarang.

Aku masih asyik mengamati isi ruangan. Sampai tiba-tiba kucing gendut itu kembali. Ya, Jeckie kembali membawa sesuatu di mulutnya. Apa itu? Seperti bola. Ia kemudian melompat kembali ke meja belajar. Mulutnya mengeluarkan bola yang dibawanya dari luar. Bola menggelinding, menyentuh pinggir botolku. Tangannya sibuk membuat ancang-ancang. Mau apa Jeckie?! Seketika ia melompat dan mendorong-dorong bola itu. Botolku ikut terdorong hingga di ujung meja.

Prangg..!!! Botolku hancur. Aku terkapar di lantai. Terdengar suara langkah kaki berlari menuju kamar. Si anak kecil berteriak…

“Jeckie, Apa yang kau lakukan?!”

Jeckie berlari ke luar. Anak tadi segera mengejarnya. Aku megap-megap. Meloncat ke sana-sini. Kehabisan udara.

Advertisement

3 thoughts on “Istimewa

Comments are closed.