Paket Hangat

Sudut Pandang Campuran.

Malas adalah sahabatku, Ia datang dan pergi sesuka hatinya. Ada kalanya ia betah berkunjung dalam waktu yang cukup lama. Ada juga kalanya ia datang hanya untuk menyapa sebentar lalu pergi. Tidak jarang ia datang dengan berbagai alasan, yang paling sering ia berikan adalah lelahku. Ia sangat pandai berdalih dengan alasan ingin menemani di saat aku lelah.

Tentu saja aku menerima kedatangannya dengan lapang. Satu hal yang aku tidak suka darinya adalah ketika ia berbohong. Ia sering berbohong saat aku menanyakan kapan ia akan pergi.

“Nanti dulu, sebentar lagi”, selalu demikian jawabannya.

Setelah beberapa kali menanyakan hal yang sama dan beberapa kali pula mendapatkan jawaban yang sama, aku kembali diam dan hanya menerimanya saja. Toh ia akan pergi dengan sendirinya saat sudah merasa bosan bersama ku. Hari ini sudah hari ketigaku bersamanya. Kami masih menikmati kebersamaan dengan syahdu.

“Pakeeeet”. Suara yang tidak asing menyapa siang kami. Semenjak pandemi Covid19 kedatangan paket menjadi kebiasaan hampir setiap hari. Hal yang tidak wajar adalah kenapa paket itu tertuju dengan namaku. Padahal belum waktunya rangkaian perawatanku habis, atau buku baruku datang.

Pengirim : D***, Yogyakarta.

“Apa ini sudah November?”

“Apa aku memiliki suatu perayaan?”

“Apa aku ada berpesan sesuatu kepadanya?”

Pertanyaan yang aku lontarkan kepada teman di samping. Diam tiada jawaban.
“Apa maksud kedatangan paket ini ya?” masih tanpa jawaban, aku kemudian membuka bungkusan yang berisi sebuah hoodie dan…

“Makasih udah jadi teman yang selalu berusaha makin jadi pribadi yang lebih baik lagi setiap harinya”. Hangat sekali kata-kata itu terbaca.

“Kenapa paketnya datang hari?”

“Dari mana teman ini tahu apa yang menjadi keresahanku belakangan ini?”

Aku memalingkan diri untuk mendapatkan bantuan jawaban dari ia yang telah menemani tiga hariku, namun ia menghilang. Lagi-lagi ia pergi sesuka hati.

Advertisement