Matanya bulat, seperti bulan yang enggan terlelap. Sejak pertama kali bertemu dia telah merebut perhatianku. Lalu tanpa ragu kukatakan padanya, maukah kamu tinggal bersamaku?
Dia diam saja. Tapi binar matanya yang cantik sudah cukup menyiratkan bahwa ia tak keberatan.
“Benar namamu Sri Mulyani? Paras cantikmu seharusnya memiliki nama lebih dari itu. Mengapa namamu bukan Diana, Florence, Katty atau minimal Ayu, Lusi atau Dewi?”
Sri Mulyani hanya tersenyum.
Namanya itu lho, mengingatkanku pada nama teman-temanku di masa kecil dahulu. Teman-teman desa yang sekolah saja masih belum bersepatu, saking ndesonya waktu itu. Nama itu hampir tak pernah kujumpai pada bayi-bayi perempuan zaman kiwari. Padahal yang punya nama itu bisa menjadi seorang menteri.
Sri, kamu sungguh priti. Posturmu ideal, kulitmu bersih. Walau namamu amat sederhana, tapi aku menyukaimu. Kalau saja aku punya bayi lagi, tentu aku akan memberinya nama seperti namamu. Atau nama-nama lainnya seperti Sri Untari, Ayu Wulandari, Sri Rejeki, Dewi Anggaeni, Ratna Sari Dewi dan semacamnya. Kalau laki-laki bisa kunamai Suparto, Suharto, Sunarno, Subandrio, Sukarno, Anjasmoro, Sri Kunto Aji. Sebab nama-nama itu bagiku memiliki kedekatan dengan leluhur di tanah Jawa.
Tanpa banyak kata, akhirnya Sri Mulyani setuju aku ajak ke rumah. Walau awalnya aku sempat khawatir, kalau-kalau orang rumah tidak menyukainya. Namun dugaanku meleset. Orang rumah ternyata antusias menyambutnya. Bahkan istri dengan sigap segera ke dapur meraih piring. Lalu disiapkannya makanan khusus untuk Sri Mulyani.
“Ayo, Sri. Kamu makan ya, aku tahu kamu lapar,” kata istri. Sri Mulyani lalu makan dengan lahapnya sembari mengibas-ngibaskan ekornya yang berbulu lebat.
“Meooongg….”.
Jakarta, 21 Feb 2022
OMG, apakah Sri Mulyani itu kucing?
LikeLiked by 1 person
U right, Mom. Maaf telat balasnya. 😀
LikeLike