Pinterest.com
Kali ini, aku ingin menceritakan sedikit tentang sesuatu, yang menjadi salah satu sifat alami manusia.
Apa itu?
Sedih?
Bukan. Aku memang menangis satu hari yang lalu, akibat tulisanku yang berjumlah seribu kata, hilang secara tiba-tiba, hingga aku harus mengulangnya.
Tapi sekarang, masalah itu sudah usai.
Romantis?
Tidak, tidak. Aku memang sering berkabar dengan dia, minimal sehari satu kali. Dan sekarang, dia sedang sibuk dengan masalahnya. Dan aku tidak mungkin tiba-tiba menelponnya lalu bilang Honey, i love you!
Kenapa? Karena dia akan kaget nantinya atau malah curiga ada sesuatu denganku, dan berkata : kau baik-baik saja? Err…karena baik aku maupun dia, sangat jarang mengucapkan kata-kata seperti itu.
Bahagia?
Eh, bagaimana ya?
Aku memang bukan keturunan borjuis, ataupun penyandang gelar orang terkaya nomor sekian di dunia yang potretnya selalu nampang di majalah Forbes tiap tahun.
Ya, setidaknya, jujur, aku memang mendefinisikan bahwa kebahagiaan itu erat kaitannya dengan uang. Ups!
Tapi, untuk kehidupanku saat ini, aku cukup bersyukur. Masih diberi kesehatan, umur panjang, masih bisa bersama keluarga dan orang-orang terdekat…yah, meskipun kukatakan bahwa penghasilanku terbatas.
Namun mencoba untuk bersyukur itu hal yang sangat bagus bukan?
Ah bukan, bukan itu lagi!
Oke, baiklah, akan kuberitahu apa itu, tanpa menyebut namanya.
Aku akan menceritakan tentang dia, salah satu sifat alami yang dimiliki setiap insan, sekali lagi.
Jangankan manusia, hewan pun memilikinya, kecuali malaikat. Mungkin.
Terkadang, dia muncul tak terduga dalam keadaan yang tak terduga pula, dengan suasana yang menyebalkan. Ya, siapapun akan sering didatangi olehnya. Saat siang maupun malam, pagi maupun sore. Dia datang seenaknya tanpa izin.
Di saat ada orang yang melempar kepalamu dengan kulit pisang secara tiba-tiba, kau akan merasakannya.
Di saat anakmu memecahkan vas bunga kesayanganmu, kau juga akan merasakan hadirnya.
Di saat ada yang memecahkan kaca jendela rumahmu,
Saat kau berbeda pendapat dengan sahabatmu,
Saat kau gagal mengeksekusi targetmu,
Saat nasib sial menimpamu…
Sungguh, hati manusia itu sangat sensitif terhadap dia. Tergores sedikit, pasti meledak. Namun, tidakkah kita masih bisa mengendalikan dia, meski dia sedang menggelayuti jiwa dan raga kita? Meski dia telah merasuki relung batin kita?
Aku punya masalah yang cukup buruk dengan hal yang satu ini.
Jujur, aku adalah orang yang mudah meledak, tempramental. Aku lebih sering hilang kendali saat berhadapan dengan dia, daripada menahan dan mencoba bersikap tenang. Meskipun, dalam beberapa kali aku berhasil membekuk dia yang telah merasuki pikiran juga hatiku. Sulit memang.
Aku memiliki hubungan yang kurang baik dengan beberapa orang, akibat tidak bisa mengendalikan dia. Berseteru, berdebat, perang dingin dengan teman, kerabat atau keluarga, pernah kualami akibat ledakan yang menyergap di kepala dan dadaku. Penyebab utamanya adalah, karena aku kurang sigap saat dia datang. Dan sungguh, itu membuatku sangat menyesal.
Seperti kata pepatah yang mengatakan bahwa bertindak itu tak semudah saat berbicara, begitu juga dengan saat mengendalikan dia, sungguh tidak mudah.
Sudah kubilang, aku seringkali tidak siap saat dia datang. Lebih banyak lengah hingga hilang kendali, dan ketika aku berhasil mengendalikannya, rasa bahagia memenuhi rongga dada.
Untuk ukuran orang tempramental sepertiku, berhasil mengontrolnya adalah seperti prestasi. Mungkin berbeda dengan orang yang bijak, penyabar dan tenang, yang akan lebih mudah mencekalnya.
Jadi, apa kau juga punya pengalaman tentang dia?
kalimat-kalimat yang hanya ada pada satu baris sebaiknya dibuat paragraf, Rahma
LikeLiked by 1 person
Oke kang siyaaap
Nuhun
LikeLike