Yang Terlupakan

Kau terlihat bahagia saat pertama kali kita bertemu.

Apakah kau ingat hari pertama saat aku datang menemuimu? Agaknya kau terkejut melihatku namun tak lama kau tertawa dan membawaku erat dalam pelukmu. Kamu adalah hartaku yang paling berharga, begitu katamu. Orang-orang mulai menertawakan ucapanmu yang berlebihan dan aku sedikit tersipu meski tak mau mengakui itu. Ya, mungkin itu kenangan pertama kita yang takkan pernah lekang oleh waktu.

Setelahnya, hampir-hampir tak ada hari yang tak kita lalui bersama.

Kau melibatkanku dalam setiap arah yang kau tuju ke mana saja. Hujan badai, panas terik, sedih dan bahagia kita lalui berdua. Jika tak ada kamu mungkin hidupku dalam bencana, begitu katamu suatu ketika. Ya, kau memang perlu berterima kasih padaku atas segalanya. Coba, berapa kali aku menyelamatkanmu di saat-saat genting hingga rasanya menyiksa. Dan aku selalu berusaha menemanimu bagaimanapun keadaannya, tentu saja.

Sungguh aku tak mengira bahwa aku akan dicampakkan begini.

Aku punya teman hidup baru yang siap kujadikan istri, begitu katamu suatu hari. Aku tak mempermasalahkannya, toh saat kau menyatakan cinta, aku yang jadi saksi. Aku juga masih sering diajak olehmu kemana pun kalian pergi. Sungguh, aku tak mempermasalahkannya meski ada seseorang yang lebih kau perhatikan kini. Ya, begitu pikirku hingga kau berujar lagi, aku tak nyaman jika harus ada kamu di antara kami.

Jadi, sudah sampai di sini?

Aku yang dulu pernah menertawakanmu saat patah hati, kini tahu jika rasanya memang tak terperi. Jadi, aku bukan hartamu yang paling berharga lagi? Jadi, aku bukan si penyelamat dalam hidupmu lagi? Jadi begini akhir kisah kita yang memenuhi memori? Kau tinggalkan aku begitu saja di sudut garasi.

.

KETIK10 : Sudut pandang orang pertama tunggal.

Tulisan ini pernah diterbitkan di blog pribadi tanggal 11/01/20 dengan sedikit perubahan isi.