
Aku menulis karena menulis bisa memberi kepuasan batin. Sederhana ya alasanku? Begitulah adanya.
Di kehidupan sehari-hari pikiran dan hati kita bersentuhan dengan berbagai pengalaman yang bisa mempengaruhi emosi. Berbagai emosi dan pengalaman-pengalaman tulah yang seringkali mendorong untuk ditulis. Terlepas nantinya akan dinilai bermanfaat atau tidak, itulah salah satu alasan yang bagiku bisa memberi kepuasan batin.
Yang pasti menulis bisa menjadi katarsis, atau media untuk mengungkapkan rasa, emosi dan keinginan sehingga mampu memberi rasa lega atau kepuasan batin. Rasanya plong jika sudah ditunaikan, selayaknya melepas ganjalan yang menuntut untuk dikeluarkan dari dalam diri.
Sebuah perasaan yang berbeda saat menjalani proses penulisan sampai selesai hingga membagikannya di media internet atau pun media cetak. Perasaan gembira, lega dan puas atau apalah namanya. Ya seperti itulah, teman-teman pembaca pasti juga pernah merasakan hal yang sama. Mungkin ingatan tentang hal demikian yang membuat aku tak bisa benar-benar meninggalkan kegiatan menulis yang pernah aku lakukan sejak dari SMP.
Waktu di SMP dulu biasanya aku menulis di majalah dinding. Tapi pernah suatu kali sebuah puisiku dimuat di sebuah koran daerah. Waktu itu yang mengirimkan naskahnya guru seniku. Sayang tidak sempat aku arsipkan.
Pernah dalam waktu lama tidak menulis. Seperti saat masa-masa kuliah sampai masuk ke dunia kerja. Hingga suatu saat rasa kangen menulis itu meminta untuk balikan lagi. Aku pikir aku sudah tak akan menyentuh dunia menulis sama sekali lantaran sibuk mencari nafkah.
Berawal dari bos di kantor yang sedang senang-senangnya ngeblog di awal tahun 2009. Dia ingin anak buahnya juga mau menulis dan ngeblog. Termasuk aku saat itu juga dianjurkan untuk menulis di ngeblog. Kebetulan saat itu dunia blogging sedang tumbuh pesat. Karena beliau bos, akhirnya aku pun ngeblog dengan setengah niat, setengahnya lagi mungkin karena sedikit dipaksa. Jadilah waktu itu blog yang kebanyakan aku isi dengan copas artikel. Biar kelihatan rajin menulis di samping belum pede mengisi dengan konten sendiri.
Barulah beberapa waktu kemudian aku mulai buka akun baru dengan niat kuisi dengan konten sendiri. Lalu aku mencoba ikut ngeblog di blog komunitas Kompasiana dari tahun 2012. Lumayan sempat posting 200 tulisan lebih di sana. Tapi sejak th 2015 sdh tak pernah lagi nulis di sana. Akhirnya berhenti lagi dari aktifitas menulis. Terus di tahun 2016 buat lagi akun wordpress penahp.wprdpress.com. Di sini aku mulai berusaha untuk rajin menulis. Walau pun tetap saja terjadi pasang surut semangat sehingga banyak bolong-bolong lebar konsistensi menulisnya. Tapi kupikir wajar saja, yang penting aku masih berusaha menjaga keinginan untuk menulis lagi.
Seiring berjalannya waktu, alasan aku menulis tetap sama. Ya, karena suka saja. Tapi tak terlalu ambisius ingin atau bermimpi menjadi penulis beneran. Dalam arti penulis yang benar-benar punya karya real, bermutu dan bisa menjadi sumber mata uang. Rasanya aku masih melekat erat di bumi, sedangkan mimpi itu tergantung jauh di langit ke-7.
Motivasi menulisku memang masih sebatas suka-suka. Nothing to lose. Jadi, maaf belum bisa membuat target-target jangka panjang. Makanya slogan di blog pribadiku terdengar ringan dan asal: Yang Penting Menulis. Sebab bisa terus menulis saja itu bagian dari kepuasan batin buatku. Meski demikian, aku sempat menikmati bonus sebagai hadiah menulis yang sempat aku ikuti di beberapa event. Misalnya pernah diberi honor menulis masing-masing Rp 250 ribu untuk 3 buah artikel yang diikutkan dalam pembuatan buku keroyokan. Kedua buku itu sempat terpajang di Toko Buku Gramedia. Seneng banget rasanya waktu itu.
Terus pernah juga dapat keberuntungan diikutkan Kompasiana meliput event promosi Asuransi Manulife di Kota Kasabanka. Alhamdulillah dapat honor Rp2,5 juta. Lumayan ya. Padahal tulisanku biasa-biasa aja. Lebih karena keberuntungan bisa diikutkan di event itu.
Terus pernah juga ikut menulis bertema kuliner makanan Meksiko di Kemang, dan kedai kopi pak Bondan di komplek pertokoan ITC Fatmawati. Sempat mendapat hadiah juga berupa makanan dan souvenir waktu meliput di resto ala Meksiko.
Alhamdulillah, walaupun sebagai penulis amatir dan suka-suka, kadang-kadang ada hasil yang di luar dugaan dan ekspektasi.
Jadi kapan mau menjadi penulis beneran? Aku masih belum bisa menjawab. Karena alasanku menulis masih sebatas suka-suka. Belum bisa benar-benar setia dan konsisten dengan dunia ini, makanya aku belum berani bermimpi. Entah suatu hari nanti.
***
Mantap sekali pengalaman ini, Mas.
Saya jadi sangat rindu untuk menulis dan publish lagi di Blog. Tahun ini rasanya berat sekali, dan menulis adalah pil pelega yang masih saya tahan-tahan untuk meminumnya.
LikeLiked by 1 person
Ayo mbak Ayu. Berusaha untuk seyia menulis lagi. Ngeblog lagi. Hoby yang ngangenin ini. 😀
LikeLiked by 1 person
Ia, saya kangen menulis aktif lagi di blog. Manajemen waktu dan energi saya cukup buruk akhir-akhir ini. Masih memerlukan penyesuaian di sana-sini.
LikeLiked by 1 person
Sama mbak, yang penting maaih ada semangat untuk menulis.
LikeLike
Koreksi:
1. atau pun (ataupun)
2. Seperti saat masa-masa (saat dan masa itu artinya sama)
3. Termasuk aku saat itu juga dianjurkan untuk menulis di ngeblog. (Termasuk aku saat itu juga dianjurkan untuk menulis di blog.)
4. blogging (cetak miring)
5. pede (percaya diri)
6. posting (cetak miring)
7. Tapi sejak th 2015 sdh tak pernah lagi nulis di sana. (tahun,sudah)
8. aktifitas (aktivitas)
9. walau pun (walaupun)
10. Tapi tak terlalu ambisius ingin atau bermimpi menjadi penulis beneran. (Tapi tak terlalu ambisius ingin atau bermimpi menjadi penulis yang sesungguhnya)
11. event (cetak miring) // ada lebih dari 1
12. Rp 250 ribu (250 ribu rupiah)
13. seneng (senang)
14. Rp2,5juta (dua setengah juta rupiah)
15. pak Bondan (Pak Bondan)
LikeLike
Ngga tau kenapa, menulis itu seperti sudah menjadi dunia sendiri
LikeLiked by 1 person