Baik e-book maupun buku cetak sebenarnya tetaplah berupa buku. Hanya media dan wujudnya saja yang berubah. Satunya di layar gadget, satu lagi di kertas. Muatan konten tentunya tidak berubah. Sama sekali tidak mengurangi isi tulisan.
Lantas mengapa banyak sekali orang yang membandingkan keduanya. Mereka penasaran sekali sebenarnya mana yang lebih baik untuk kita.
Pertanyaan itu bakal punya jawaban yang bervariasi. Karena beda media maka tentu bakalan beda kenyamanan yang didapat. Bicara soal kenyamanan, ya tentu ujung-ujungnya terserah para pembaca nyamannya gimana.
Sejak jaman sekolah aku suka banget beli buku. Duit jajan lebih senang dibeliin untuk buku-buku. Bahagia bener setiap kali bisa nambahin koleksi di rak buku. Sampai emak sering ngoceh lantaran beli buku mulu ntar mau ditaruh mana lagi. Ya nimbun buku ini beneran makan ruang yang tidak sedikit. Emak ogah tuh beliin rak buku baru. Jadi nambahin bebanku, karena mesti rela nyisihin lagi buat beli rak.
Jaman sekolah belom kenal e-book. Eh, atau emang jaman itu internet itu barang langka. Masa harus ke warnet tiap mau baca buku. E-book bukan solusi buatku saat itu. Jadi, ya jalan satu-satunya adalah beli buku.
Udah masuk kuliah baru kenalan sama e-book. Lantaran buku cetak untuk bacaan referensi kuliah itu mahal semua makanya aku ngelirik e-book. Jauh lebih murah, malah bisa nemu gratisannya kalau lihai ngubekin internet. Dan lagi beneran enteng, nggak perlu nambahin beban dalam tas. Jangan deh ngarepin perpus, koleksinya jadul semua, sama sekali tidak up to date.
Ditambah lagi, awal-awal baru jadi mahasiswa masih demen jajan buku fiksi dan rak buku masih bisa disesakin. Di pertengahan masa kuliah aku pindah ngekos, dan jajan buku terpaksa direm habis-habisan. Boro-boro mikirin beli buku, cukup buat ngisi perut udah syukur. Sejak itu aku malah jadi nyandu dengan e-book. Konsumsi bacaan agak sulit aku rem soalnya. Lagian juga, kalau beli buku aku bingung mau letakin dimana, kamar cuma seukuran petak kecil, itu pun sudah sumpek.
Yang kasihan sih mataku. Mata ini beneran jadi cepat lelah harus menghadapi layar demi namatin sebuah buku digital. Alhasil, sejak mulai menggarap skripsi akhir tahun lalu, aku lebih ngurangi membaca fiksi, lebih utamakan baca non-fiksi demi bahan skripsian. Yang mesti dibaca itu nggak asik jadi semakin lemah toleransi mataku menghadapi cahaya layar.
Menjawab pertanyaan di atas, kalau aku lebih senang sama yang fisik ketimbang digital. Sensasi memegang buku ketika lagi dibaca itu nggak tertandingi, bisa merasakan tekstur dari cover bukunya, dan juga ada kesenangan tersendiri saat menandai progress baca pakai bookmark unik. Apalagi ketika membuka buku baru, aroma anyar khasnya itu nikmat sekali.
Inti dari racauanku ini adalah bila ditanya pilih yang mana, mungkin bakal kujawab disesuaikan sama keadaan pribadi aja. Kayak kataku tadi, nyamannya gimana dan butuhnya gimana, kan kitalah yang paham. Yang penting tetap membaca,jangan sampai malah mengurangi kebiasaan baca kita.
Bahasa yang dipakai mirip percakapan sehari-hari ya. Kalau di blog pribadi, bebas mau menulis seperti apa. Tapi di sini cobalah menulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar tanpa menghilangkan gaya penulisan atau ciri khasmu. Bisa kok. Hanya perlu dilatih saja.
LikeLike
Noted mas. Eh, gimana dengan penulisan istilah inggris?
LikeLike
Ditulis miring aja. Misal gadget (ditulis miring). Atau kalau mau pakai bhs indonesia jadi ^gawai’
LikeLiked by 1 person
kalo saya buku fisik. XD
LikeLike
Saya memilih buku digital (e-book) untuk saat ini. Memang, sensasi menyentuh dan mencium aroma buku fisik sangat tidak tertandingi. Tapi, jika melihat aspek ‘harga’, dan tempat penyimpanan. Saya akan langsung lari ke buku digital!
Sekalian, ini juga adalah upaya saya untuk menghemat barang bawaan kalau jalan dan kebetulan ingin membaca begitu.
LikeLiked by 1 person
Iya bener juga ya kan mb fani. Efisiensi ruang gitu sih apalagi jadi teman bacaan diperjalanan.
LikeLiked by 2 people
Ia, Mbak. Beban hidup kita sudah berat, jadi jangan sampai di tambah dengan beban buku lagi wkwkwkwk
LikeLiked by 1 person
Lebih nyaman buku fisik tapi kondisi keuangan sedang tidak memungkinkan. Jadi, belakangan ini beralih ke e-book. Meski mengalami sedikit kesulitan dan tidak nyaman, tapi demi kecintaan terhadap bacaan bagus adaptasiku berhasil. 😁
LikeLiked by 1 person
Kenyamanan itu penting, benar banget e-book bikin mata lelah, nggak tahan lama. Makanya tetap saya pegang kertas ketika baca.
E-book buat generasi berikutnya saja.
>.<
LikeLiked by 1 person