Halo readers!
Kalian kenal dengan penulis bernama Andrea Hirata? Kalau kalian adalah tipe orang yang maniak dengan buku novel Indonesia, nama tersebut pasti sudah tidak asing lagi. Yaa, gak kalah tenar dengan Tere Liye dan sebangsanya.
Nah, di KETIK 9 ini, aku sebagai Pengikat Kata diwajibkan untuk mengulas atau memberi honest review dari salah satu bab dalam novel karya Andrea Hirata. Yang berjudul, Ayah.
Sebenarnya, aku sudah pernah membaca isi keseluruhan buku ini. Begitu pun membuat ulasannya. Dan, pilihanku jatuh kepada bab berjudul Merayu Awan.

Sabari dibesarkan oleh Ayahnya yang gemar menguntai bait-bait puisi. Sejak kecil, ayahnya juga selalu mengantarkan tidurnya dengan beragam cerita. Oleh sebab itu, imajinasi Sabari dalam mengolah diksi menjadi bait-bait puisi tak dapat diragukan lagi.
Suatu ketika, ayahnya bercerita pada Sabari bahwa ada sebuah keluarga bahagia di tengah luasnya langit yang terbentang.
“Tahukah kau, Boi, langit adalah sebuah keluarga. Lihat awan yang berarak-arak itu, tak terpisahkan dari angin. Coba, bagaimana kau dapat memisahkan awan dari angin?”
Awan dan angin adalah dua bersaudara sekaligus anak kandung dari bulan dan matahari. Awan adalah anak perempuan penyedih. Dan, tetesan air hujan adalah hasil dari tangisan si awan.
Ayah sabari pun mengajarinya cara merayu awan agar tidak menumpahkan tangisnya. Yaitu, dengan menyanyikannya sebuah puisi.
Begitulah, kehidupan Sabari yang tak pernah lepas dari puisi. Hingga ia beranjak dewasa, lalu jatuh cinta pada seorang gadis bernama Marlena. Pesan dari ayah Sabari untuknya dan untuk kita semua,
“Segala hal dalam hidup ini terjadi tiga kali, Boi. Pertama lahir, kedua hidup, ketiga mati. Pertama lapar, kedua kenyang, ketiga mati. Pertama jahat, kedua baik, ketiga mati. Pertama benci, kedua cinta, ketiga mati. Jangan lupa mati,
Boi.”
-The End-
Aku baru-baru ini berkenalan dengan karya Pak Cik Andrea. Beberapa novel karyanya yang berhasil kutamatkan adalah: Ayah, Laskar Pelangi, Cinta Dalam Gelas, dan Maryamah Karpov.
Yang kutangkap dari tulisan-tulisannya adalah gaya bahasa yang sedikit mendayu-dayu. Serta, narasi dan deskripsi yang cukup panjang di tiap ceritanya. Sampai ke hal-hal yang mendetail pun penulis masukkan ke dalam tulisan.
Sebuah kisah singkat dapat disulap olehnya menjadi buku berisi ratusan halaman. Mungkin, bagi beberapa orang gaya bercerita seperti ini cukup mengganggu. Namun, buatku fine fine aja kok hehe. Karena banyak kosakata baru yang bisa kupetik dari tulisan-tulisannya Pak Cik Andrea.
Okay, sampai jumpa di pos selanjutnya!