Kabarnya akan ada panen dadakan di desa sebelah. Itulah mengapa, kemarin datang orang yang meminta jasa kami dengan sangat tergesa. Tanpa tawar-menawar, tanpa banyak pertanyaan.
Tentu saja kami terima pesanan tersebut dengan penuh sukacita. Selama kampung kami berdiri, belum pernah ada pekerjaan borongan seperti ini. Ibarat durian yang runtuh, bukan hanya sebuah tapi sekebun.
Siang ini, kami berjalan bersama menuju desa yang dimaksud, sambil terus membayangkan betapa nikmatnya hidup di esok hari. Kala pekerjaan ini usai dan upahnya sudah lunas terbayar. Anak-anak kami tidak perlu lagi merengek jika lapar dan para istri akan berhenti memberi punggung saat malam tiba.
Di tengah perjalanan, angkasa perlahan ramai dengan sayap-sayap burung nasar yang terbang tidak sabaran. Itu tandanya, kami harus berlari agar tidak terlambat. Ada sebuah prinsip turun temurun yang harus kami jaga sampai mati, yaitu pantang jika rejeki sampai dipatuk burung nasar.
Ah, kabar itu ternyata benar adanya. Panen besar baru saja mulai sesampainya kami di sini. Langit sudah tampak begitu merah menyala, pasukan perang yang sedang sibuk mengasah parang, sedangkan para warga desa pilihan telah dikumpulkan menjadi satu.
Tanpa menunggu lama, kami keluarkan sekop dan cangkul, menghitung jumlah warga yang sudah diberi tanda, memilih area yang cukup memadai kemudian sigap segera bekerja.
Selama menggali, dapat kami dengar dengan jelas, seorang pemuda yang berteriak seraya bersumpah. Bahwa ia tidak akan membasuh wajah bangsawannya itu sampai seluruh daratan ini berhasil ditaklukkan. Tak peduli berapa rumah yang harus dibakar dan darah yang mesti tertumpah.
Kami semua saling bertukar pandang, terdiam sejenak lalu dengan mata berbinar, serentak bernyanyi lagu gembira. Sumpah itu adalah asa bagi kami semua. Ini berarti kami akan kaya raya.
Bagaimana tidak?
Jika menginvasi sebuah desa saja, dengan ringan diperintahkannya untuk membantai puluhan nyawa. Apa jadinya jika anak raja ini berhasil menunaikan sumpahnya? Coba perkirakan sendiri, berapa banyak pesanan kuburan massal yang akan kami terima.
Catatan penulis :
- Materi ini ditulis sebagai tugas tantangan ketik 10 dengan menggunakan gaya penulisan implisit dan sudut pandang orang pertama jamak.
Awalnya kukira panen betulan di kampungnya ipin upin yaitu durian runtuh.
Ternyata mengerikan π¬
LikeLiked by 1 person
Plot twist ya, Mom
LikeLiked by 1 person
Iyaπ
LikeLike
Mom, tolong bantu kasih koreksian dong untuk posnya Diah (KETIK5)
LikeLiked by 1 person
Ah, aku mana bisa ngoreksi…ππ,,, Bisanya hanya koment tak jelas dan seadanya πππ
LikeLike
Hahaha…
Padahal mah bisa.
LikeLiked by 1 person
Aku sdh bertandang,,, tapi koq rasanya berat ya?π€ Harus ahlinya yg turun langsung ituππ€
LikeLike
Berat karena banyak yo..
LikeLiked by 1 person
ππ€
LikeLike
Sudah kubuat koreksiannya. Coba cek ya
LikeLiked by 1 person
Kan biasanya dalam durian yang runtuh, ada yang dapat dagingnya tapi ada juga yang dapat durinya. π
LikeLiked by 1 person
Iya, betul, betul, betul …eh, masih kebayang Ipin Upin.
Tapi aku malah ngeri. Kalau seluruh negeri,,,, berarti mereka para penggali pun tinggal menunggu giliran dieksekusi π¬π€
LikeLiked by 1 person
Bisa jadi begitu, moms. Tapi mereka masih mabuk ‘durian’, jadi belum sadar. π
LikeLiked by 1 person
Yupz, pas
LikeLiked by 1 person
Menarik! Sangat menarik!
Tulisan ini menjadi ciri khas dari tulisan Mas Rakha. Sebagai pembaca, saya bisa melihat the dark side of the story. Semacam dark humor yang membuat pembaca tersadar ada arti lain dari kalimat/frase yang artinya kebanyakan diartikan sebagai ungkapan umum yang sangat umum.
LikeLiked by 1 person
Terima kasih apresiasinya, Kak Ayu. Sebuah hal yang paradoks memang akan menarik jika dijadikan materi komedi. π
LikeLiked by 1 person
Setuju! dan ini bahan bacaan yang menarik, dan berkesan!
LikeLiked by 1 person