
Sejak ditemukan 113 tahun yang lalu oleh Ilmuwan Belgia, Leo Hendrik Baekeland, plastik telah menjadi bagian penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebelumnya, 13 sampai 17 pohon harus ditebang untuk membuat 1 ton tas kertas1 – itu baru untuk membuat tas, belum untuk membuat barang-barang rumah tangga yang lain. Sedangkan plastik jauh lebih hemat, material dan energi yang dibutuhkan jauh lebih sedikit, belum lagi sifatnya yang kuat dan tahan lama menjadikan plastik lebih dipilih dibandingkan material yang lain. Tak heran, ketika itu, penemuan plastik dielu-elukan sebagai penemuan yang akan menyelamatkan bumi dari eksplorasi besar-besaran manusia.
Plastik pun kemudian hampir bisa kita temukan di semua barang di rumah kita, dari peralatan dapur, peralatan makan dan minum, mainan anak, alat-alat elektronik, kendaraan, bahkan mohon maaf, hingga alat kontrasepsi pun ada yang terbuat dari plastik. Masyarakat kian lama kian terbiasa dan kian bergantung pada plastik, penggunaannya pun kian meluas tak terkendali. Produksi plastik yang tinggi tetapi tidak diimbangi dengan kemampuan mengelola sampah plastik dengan baik, mulai memunculkan masalah. Sampah plastik yang kian banyak dan tidak mudah terurai menjadi pemandangan lumrah. Plastik yang dulu berjasa bagi peradaban manusia kini seolah menjadi kambing hitam pencemaran alam.
Negara-negara mulai bertindak. Pembatasan penggunaan barang dari plastik mulai dilakukan, tak terkecuali di Indonesia. Di kota-kota besar di Indonesia, seperti Surabaya, Bali, Bogor, Bekasi, Banjarmasin, mulai mengeluarkan peraturan daerah untuk melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Satu lagi kota yang masih hangat diperbincangkan akhir-akhir ini adalah Jakarta, dengan Peraturan Gubernurnya (Pergub) Nomor 142 Tahun 2019 yang mulai diberlakukan sejak 1 Juli 2020 kemarin. Pertanyaannya sekarang, apakah peraturan-peraturan daerah tersebut cukup untuk mengatasi permasalahan sampah plastik yang sekarang ini kian tak terkendali?

Pelarangan kantong plastik, tentunya akan memiliki dampak besar pada pengurangan sampah plastik, manakala penggunaan kantong plastik memiliki porsi yang besar terhadap keseluruhan sampah plastik – yang mencakup botol, gelas, kemasan plastik, dan sejenisnya. Tapi tahukah kita, untuk Kota Jakarta misalnya, jumlah kantong plastik ternyata hanya 1 persen dari total sampah plastik – yang diperkirakan bisa mencapai 978 ton per hari2. Artinya dalam kasus data ini, Pergub yang baru saja diberlakukan oleh DKI Jakarta tersebut masih sangat kecil sekali cakupannya.
Belum lagi, berdasarkan penelitian yang dilakukan di banyak tempat, 75 persen dari sampah plastik adalah sampah plastik yang tidak laku dijual3. Sampah plastik ini tentu saja akan diabaikan oleh pemulung, yang pada akhirnya tidak akan masuk proses daur ulang. Pemilahan sampah yang tidak berlangsung dari hulunya, yaitu rumah tangga, menjadi salah satu penyebab sampah plastik tercampur dengan sampah organik, terbakar sebagian atau terlalu rusak sehingga ditinggalkan begitu saja oleh pemulung.
Karenanya sangat penting meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah di rumah tangga mereka. Jalan yang bisa ditempuh, dan selama ini sudah dilakukan, adalah dengan menciptakan stimulus seperti adanya Bank Sampah. Hanya saja jumlah Bank Sampah masih relatif sedikit dan mendapatkan harga yang rendah akibat pemasarannya yang masih bergantung pada pengepul sampah.
Kendala di atas menyebabkan gap antara sampah plastik yang diproduksi dengan yang didaur ulang masih tetap tinggi. Sehingga ada baiknya pemerintah sadar untuk tidak lagi terlalu mengandalkan sistem daur ulang ini sebagai jurus jitu penanganan sampah plastik. Saya kira sudah saatnya, negara besar seperti Indonesia mulai berinvestasi untuk memiliki Sistem Pengelolaan Sampah berteknologi canggih seperti yang dimiliki oleh negara-negara maju seperti Denmark, Amerika, Perancis, dan Singapura. Tentu saja sembari selalu melakukan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah rumah tangga, memperbanyak jumlah dan memberikan sentuhan yang modern pada Bank Sampah yang selama ini sudah ada.
Kesimpulannya, peraturan-peraturan daerah yang diterbitkan untuk melarang penggunaan kantong plastik (kresek) saya nilai tidak cukup untuk menangani permasalahan sampah plastik yang ada. Tetapi peraturan tersebut merupakan langkah maju bagi pengelolaan sampah plastik di negara kita. Karena memang perlu proses panjang dan langkah yang komprehensif untuk menciptakan Sistem Pengelolaan Sampah Plastik Yang Ideal.
Demikian, semoga bermanfaat…
Catatan:
1) Meraup Duwit dari Barang Seken, Mia Siti Aminah SS dan Septi Rinasusanti, Jakarta: MeeBook, 2009
2) https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46806704
3) https://www.beritasatu.com/nasional/644327-hanya-25-sampah-plastik-yang-laku-dijual
Tulisan ini juga diikutsertakan pada Tantangan KETIK4 yang diprakarsai Oleh Komunitas Blogger Ikatan Kata.
Belum efektif sih pelarangan itu, Mas.
Agar tak ada kantong plastik yang dipakai makai pabrik pembuatnya yang mesti ditutup. Mau dilarang sehebat apapun untuk tidak memakai kantong plastik tetapi kalau masih ada di mana-mana ya percuma. Tapi bisakah itu terjadi? Mampukah pemerintah melakukannya?
Sedikit koreksi pada judul, ‘kah’ mesti disatukan ya. jadi judulnya menjadi : Pelarangan Kantong Plastik, Sudah Cukupkah?
LikeLiked by 1 person
Sebenarnya yang perlu kita lakukan adalah menjaga keseimbangan pemakaian plastik kang…
Plastik tidak sepenuhnya buruk, justru awalnya plastik diciptakan untuk menyelamatkan lingkungan..
perilaku kebanyakan masyarakat saja yang salah dalam menggunakan plastik (kantong plastik)..
LikeLiked by 1 person
Persoalan plastik memang selayaknya menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah dan masyarakat. Usaha2 masyarakat kecil perlu diapresiasi, mulai dari kelompok2 yg membuat bank sampah, kreasi ecoblik yang memanfaatkan botol2 bekas , pemilahan sampah rumah tangga.
Sekecil apapun usaha dan kepedulian akan sampah plastik, akan berdampak bagi kehidupan di bumi.
Nice article.
LikeLiked by 2 people
yup..setuju banget masHP..
LikeLiked by 1 person
Sebagai pembanding, di satu sisi ada pelarangan ‘pemberian gratis’ kantong plastik di supermarket-supermarket, tetapi di sisi lain banyak sekali kemasan snack anak-anak harga limaratusan, shampo, dll, yang dengan mudahnya kita temukan berenteng-renteng.
Ini kerja ekstra berat, baik pemerintah maupun masyarakat, menurut saya.
LikeLiked by 2 people
betul memang..dari data jumlah kantong plastik ini sebenarnya hanya 1 persen saja dari keseluruhan sampah plastik yang ada…
Masih panjang jalan yang harus ditempuh..🙂
LikeLiked by 1 person
Tulisan yang sangat luar biasa, Mas. Senang sekali membacanya.
Masalah kantong plastik memang adalah masalah yang sangat perlu diperhatikan, dan penyelesaian masalahnya adalah mulai dari kita, dari diri sendiri.
Apakah kita maish begitu boros menggunakan kantong plastik ?Apakah kita sudah menghilangkan penggunaan kantong plastik berlebihan? Apakah gaya konsumerism kita masih dalam batas kewajaran?
Membahas soal kantong plasitk ini, membuat saya harus melihat lebih ke dalam, melihat diri saya sendiri dan mulai memperbaiki dari sana.
LikeLiked by 2 people
Betul mba…masalah ini adalah PR buat kita semua…bukan hanya pemerintah saja…
LikeLiked by 2 people