Substansi Terakhir dari Legenda Kotak Pandora

Wawancara dengan Ners Ary, salah seorang perawat yang merupakan bagian dari tim perawatan pasien dengan diagnosis penyakit covid-19 di salah satu rumah sakit rujukan di Kalimantan.

Situasi yang terjadi pada masa-masa pandemi covid-19 ini benar-benar seperti mimpi buruk yang panjang. Dalam waktu beberapa bulan saja, sudah tidak terhitung lagi kerugian yang ditimbulkan karena pandemi ini, belum lagi jumlah nyawa yang harus dilepaskan pergi. Kerugian yang ditimbulkan bukan lagi secara materil, tapi juga non-material.

Perawat adalah salah satu profesi kesehatan yang didaulat sebagai pasukan untuk menghadapi gempuran virus ini. Pada kesempatan yang lalu, saya bersyukur karena mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara kepada salah satu teman sejawat yang melayani langsung di pusat perawatan pasien dengan covid-19 di salah satu wilayah di Kalimantan. Ia adalah Ners Ary.

Ners Ary bertugas di ruang intensif, yang merupakan ruang perawatan terakhir dari pasien dengan diagnosis penyakit covid-19. Ruangan tempatnya bertugas adalah benar-benar pos terakhir untuk melawan virus covid-19. Melalui tangannya, ia sudah berhasil membantu kesembuhan mereka yang beruntung, tapi melalui tangannya pula, ia sudah melepaskan dan mengantar banyak orang ke peristirahatan terakhir mereka.

Saya rasa dalam perbincangan, kami tidak sedang melakukan wawancara tapi lebih pada berdiskusi dan sharing pengalaman. Saya sudah mendapatkan ijin untuk menerbitkan tulisan hasil wawancara kami ini, dan untuk kepentingan publikasi saya sudah melakukan editing yang perlu pada hasil wawancara.

Topik: Pengalaman Perawatan pasien covid-19 di ruang intensif (Intensive care unit/ICU)

Rancangan pertanyaan:

  1. Bagaimana kegiatan perawatan di sana
  2. Berapa jumlah pasien yang dirawat saat ini? Ada berapa jumlah tempat tidur yang terisi? (Jumlah tempat tidur menunjukkan jumlah pasien yang dirawat).
  3. Bagaimana fasilitas dan perlindungan yang diberikan/disediakan oleh pemerintah untuk perawat/petugas kesehatan lainnya?
  4. Apa saja yang menjadi kendala merawat pasien sejauh ini ? mengapa ?
  5. Apa yang menjadi harapanmu sebagai perawat ICU kepada masyarakat di sana ?

Ayu                 : Hi, Ary. Bagaimana kegiatan perawatan di sana? Aman?

Ners Ary         : Ya, seperti ini. Setiap hari sama saja. Tidak seperti awal-awalnya, saat ini sudah lebih terbiasa dengan keadaan.

Ayu: Berapa banyak pasien yang dirawat hari ini ? Penuh ?

Ners Ary: Setiap hari selalu penuh. Kalau ada yang keluar, entah pindah ke ruangan atau meninggal, tidak lama pasti ada aja yang masuk kembali.

Ayu: Ia, lalu bagaimana keadaanmu?

Ners Ary: Seperti sebelumnya, masih pasrah saja dengan keadaan. Sudah tidak tahu mau bagaimana lagi. Jumlah pasien yang datang tidak berkurang, dan banyak petugas yang harus dirumahkan (isolasi diri) karena ternyata hasil PCR-nya positif.

Ayu: Ia, aku dengar dari beberapa teman kita kalau ada satu ruangan yang terpaksa di tutup karena semua petugas kesehatan di ruangan itu kontak dengan salah satu pasien yang ternyata positif covid-19.

Ners Ayu: Betul, banget! Saat ini pun kami harus berjuang dengan jumlah tenaga yang semakin sedikit dan pastinya kelelahan. Ada beberapa relawan yang datang membantu, tapi tidak banyak membantu juga. Kita memerlukan tenaga teknis yang bisa mengoperasikan alat, bertindak cepat dan berani mengambil resiko. Tapi yang ada, tidak seperti yang diharapkan.

Ayu: Apakah sudah mengajukan permohonan penambahan personil ke ketua tim ?

Ners Ary: Sudah.Tapi, ya begitulah. Ketua tim juga menunggu instruksi dari atas, dan menunggu instruksi dari atasannya lagi. Kacau.

Ayu: Manajemennya kacau ?

Ners Ary: Kamu tahu sendirilah.

Ayu: Upsss, kalau aku ada di posisimu, “pasrah” itu kata yang jadi andalan.

Ners Ary: Itu dia.

Ayu: Bagaimana dengan kalian yang merawat ? Apa saja fasilitas yang diberikan oleh rumah sakit atau pemerintah ?

Ners Ary: Mereka yang merawat mendapatkan fasilitas makan, tidur/istirahat gratis di hotel yang sudah ditentukan. Tapi, aku ngak mau tidur di hotel, aku pulang aja ke rumah. Tapi ya itu, sejak pertama kali masuk ke tim perawatan sampai sekarang, aku sampai tidak bisa bertemu muka langsung dengan orang di rumah. Makan dan minum gratis aku ambil, kalau memang dapat jatah. Hanya saja, kemarin karena aku kelelahan dan menunjukkan tanda flu, aku diminta test dan istirahat. Lalu, dikasih obat yang hanya ‘vitamin c’ dan Imunos (Obat untuk mempertahankan dan meningkatkan daya tahan tubuh). Aku harus me-resep sendiri obat untuk diriku sendiri sebagai tambahan, bahkan harus merogoh kantong sendiri juga.

Ayu: Tapi, pemerintah menanggung biaya test kan ?

Ners Ary: Ia, pemerintah menangung itu. Tidak hanya rapid test, tapi sampai PCR test, apalagi seperti kami yang bersentuhan langsung dengan penderita.

Ayu: Lumayan lah, berbeda dengan kami yang bekerja di tempat swasta. Keadaan saat ini benar-benar berat. Mana saat ini, semua rumah sakit (tidak peduli negeri atau swasta) sudah menjadi tempat perawatan pasien dengan covid-19. Protokol sudah dipaksakan untuk semua tempat perawatan.

Ners Ary: Kalau melihat keadan saat ini, jelas dan memang harus. Kalau tidak, kasihan banyak pasien yang tidak bisa mendapatkan perawatan. Apalagi seperti ditempatmu sekarang, angka pasien yang positif semakin meningkat setiap hari, bahkan sampai menjadi perhatian presiden pula hahaha

Ayu: Itu lah, memang tantangannya berbeda-beda ya. Selain itu, apakah ada kendala lain dalam melakukan perawatan ?

Ners Ary: Nah, ada. Baru-baru ini aku mendapatkan keluarga pasien yang keras kepala. Pusing setiap kali mendapatkan pasien seperti ini.

Ayu: Apakah mereka ini para pengikut teori konspirasi?

Ners Ary: Sepertinya, soalnya ngak mau mendengarkan ketika diberi penjelasan atau pendidikan kesehatan. Masih belum percaya bahwa penyakit ini bisa membunuh kapan saja. Kalau sudah kejadian, kita yang disalahkan, katanya ngak becus.

Ayu: Itu bahayanya dari tidak paham dan tidak mengerti.

Ners Ayu: Itulah. Kesal jadinya.

Ayu: Ia, rasanya seperti mau membuang saja itu orang ke laut hahaha. Ternyata dampak dari pembicaraan soal teori konspirasi ini luar biasa memberatkan ya.

Ners Ary: Ia, ngak menyangka kalau sampai di ruang intensif juga masih berhadapan dengan orang yang ‘denial’ dan tidak menerima bahwa keadaan saat ini nyata. Lucu aja rasanya.

Ayu: Tapi, demikianlah kenyataan di masyarakat saat ini. Ini sesuatu yang tidak bisa kita hindari, hanya bisa kita hadapi. Terlalu banyak yang terjadi.

Ners Ary: Ia, terlalu banyak yang terjadi. Rasanya, seperti legenda kotak pandora itu nah, rasanya saat ini dunia sedang menghadapi masalah karena kotak tersebut di buka. Semua penderitaan dan hal buruk terjadi di mana-mana.

Ayu: Ia, tapi seperti legenda kotak pandora, kita berharap agar setelah semua penderitaan keluar, pada dasar kotak masih tersisa harapan

Ners Ary: Ia, itu dia. Meskipun hidup di dunia sekarang rasanya seperti mimpi buruk yang panjang dan tidak tahu kapan berakhirnya, tapi kita bisa berpegang pada satu hal itu, harapan.

Ayu: Yeap, harapan. Berharap semoga semuanya ini cepat berlalu, atau setidaknya kita bisa bertahan menghadapi masalah ini sampai akhir.

Ners Ary: Ya, semangat untuk kita.

Ayu: Semangat! Yuk lanjut kerja hahaha.

..

Percakapan atau wawancara kami berakhir demikian. Saya menyadari bahwa bahasa percakapan langsung memang sangat berbeda dengan bahasa tulis. Dalam percakapan, sangat sulit untuk mempertahankan nilai ‘baku’ dari bahasa Indonesia, belum lagi dalam bahasa sehari-hari, kita sering mencampurnya dengan bahasa daerah. Dalam percakapaan di atas, saya dan narasumber sering menggunakan istilah dalam bahasa daerah, dan bahkan tidak hanya satu bahasa daerah, ada lebih dari satu bahasa daerah yang kami gunakan. Tapi, selama kami sama-sama mengerti, percakapan akan jalan terus.

Dalam percakapan ini, saya dan narasumber sama-sama berbagi informasi. Saya bukan hanya menjadi pewawancara, tapi juga pemberi informasi. Meskipun saya berusaha agar tidak banyak mengeluarkan informasi karena saya ingin narasumber saya yang banyak memberikan data/informasi seperti yang saya inginkan. Kerap kali saya juga menggunakan teknik ‘validasi’ dan penguatan, tanpa berusaha memberikan penilaian sepihak kepada pernyataan narasumber. Teknik ini biasanya dipraktikkan oleh mereka yang melakukan konseling.

Dalam percakapan ini juga nampak bahwa petugas kesehatan saat ini sedang ‘menderita’ karena meningkatnya jumlah pasien yang harus di rawat. Saya harap para pembaca sekalian dapat melihat bahwa memutuskan untuk menjadi egois dapat merepotkan dan merugikan orang lain. Sayaa harap kita selalu ingat bahwa komplikasi dari sakit karena virus ini adalah kematian. Harap selalu berhati-hati, praktikkan kebiasaan hidup bersih dan sehat, dan hindari kerumunan.

Beberapa catatan-catatan kecil:

Selain belajar untuk menggunakan kata tanya dan mengimplementasikannya dalam bentuk kalimat tanya dalam sebuah wawancara, saya pun belajar hal lain yang tidak kalah penting. Hal yang saya maksud adalah menyusun kalimat tanya yang sesuai dengan topik wawancara dan melakukan wawancara.

Pada masa pandemic saat ini, ketika banyak orang dianjurkan untuk #stayathome, kegiatan wawancara yang baik, yang banyak dianjurkan adalah dengan menggunakan media komunikasi seperti Line atau WhatsApp (WA) dan media yang lainnya. Saya menggunakan media WA untuk melakukan wawancara. Meskipun lewat WA, dan wawancara dilakukan dengan cara diketik (pesan ketik), itu bukan berarti bahwa saya dapat melakukan wawancara dengan ‘suka-suka’ saja. Saya pun harus mengikuti kaidah wawancara yang baik, dan menggunakan kata-kata yang jelas dan mudah dipahami. Meskipun salah satu pekerjaan rutin saya adalah memawancara pasien yang datang ke tempat perawatan, tapi tetap saja, berbeda. Apalagi mengingat tujuan, topik wawancara dan jenis wawancara yang sangat jauh berbeda.

Dalam tulisan ini, pertanyaan yang saya formulasikan adalah bukan pertanyaan yang formal. Hal ini terjadi karena orang yang saya interview, sebenarnya adalah sahabat saya sendiri dan saya memilih Bahasa yang memang biasa kami gunakan sehari-hari. Tujuannya sederhana, agar pembicaraan nyaman dan lancar serta informasi yang saya perlukan dapat saya peroleh.

Satu hal yang saya rasa kurang dari KETIK kali ini adalah adalah informasi mengenai “cara untuk mewawancarai narasumber”. Saya rasa ini sangat penting disuguhkan dalam BTS Ikatan Kata. Memang, masing-masing orang memiliki gaya membuat pertanyaan atau melakukan wawancara sendiri, tapi saya rasa ada banyak aturan wawancara yang umum digunakan oleh pewawancara, yang juga bisa ditambahkan. Salah satu sumber informasi yang bisa digunakan oleh para pewawancara adalah seperti yang diterbitkan oleh gurupendidikan.co.id. Saya menganjurkan teman-teman untuk melihat “tahap-tahap wawancara” dan “hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan wawancara” untuk membantu mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum melakukan wawancara

Setelah selesai melakukan wawancara, saya melakukan transkrip dan setelah itu menyodorkan hasil wawancara dalam bentuk dokumen kepada narasumber agar dapat dilihat dan di cek ulang. Saya tidak ingin informasi yang saya tulis akan menimbulkan arti yang berbeda atau berada di luar persepsi narasumber saya. Nah, setelah itu baru saya siap untuk menerbitkan hasil wawancara ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat, dan salam dari saya as always.

Advertisement

4 thoughts on “Substansi Terakhir dari Legenda Kotak Pandora

  1. Dear Ayu,

    Aku suka wawancara ini. Detail, rapi dan informatif. Salam kenal untuk Ners Ary.

    Sedikit koreksi :

    1. ditempatmu (di tempatmu)
    2. sayaa (saya)
    3. Itu lah (itulah)
    4. Ia (iya)
    5. ngak (nggak)

    Untuk saran di akhir tulisan ini nanti akan dibuatkan BTS tentang itu yang merujuk kepada tautan yang Ayu kasih. Setelah dipos nanti aku sisipkan di pos KETIK#15.

    Tentang covid dan pekerjaan yang aku lakukan sekarang rasanya kurang pas. (Btw ini curcol ya. Haha..)

    Satu sisi kondisi di Jakarta belum aman-aman banget dari covid. Tapi para pegawai sudah disuruh masuk kerja lagi. Beradaptasi dengan New Normal itu tidak semudah yang dibayangkan.

    Dilema sih. Harus tetap jaga kesehatan agar tidak terpapar virus tapi harus tetap bekerja juga agar dapur ngebul terus.

    Liked by 1 person

    1. Terima kasih untuk Kak Fahmi. Saya senang dapat koreksi seperti ini.
      Nah, saya baru tahu kalau ‘ngak’ itu ternyata ditulis, ‘Nggak’ hahahahaha.

      Soal curcol, tidak apa-apa, Kak. Silakan saja. Memang, banyak sekali orang-orang yang mengeluh soal “new normal” ini. Sama seperti beratnya orang-orang mengeluhkan soal keberadaan virus ini. Tahun ini, setengah darinya harus kita hadapi dengan perubahan hidup yang sangat drastis. Ini keadaan yang sulit tentu saja.

      Pelan-pelan saja, Kak. Kita pun tidak bisa serta merta langsung beradaptasi. Kita perlu proses.

      Benar, saya yang masih sendiri ini pun rasanya berat sekali ketika harus bekerja pada saat seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, sudah tugas dan sudah kewajiban. Terima hahaha. Salah satu alasannya ya itu, supaya dapur bisa ngebul, dan kuota internet bisa tetap jalan tiap bulan hahaha.

      Like

      1. haha… nice, Ayu

        untuk penulisan kata tidak baku ‘ngak’ aku tulis dari pengucapannya sih, NG dan GAK. Terdenganr seperti itu.

        Ada juga yang nuli ENGGAK.

        Namanya juga kata tidak baku. Kalau Ayu masih mau pakai yang NGAK; juga sebenarnya tak masalah

        Liked by 1 person

Comments are closed.