CORONA

Chapter IV

Nindi kembali ke toko tempatnya tadi. Kali ini Ia berniat akan menggunakan seluruh kekuatannya untuk memecahkan kaca toko, menjarah toko itu pastinya dan meninggalkannya. Sepertinya tidak apa-apa melakukan hal demikian. Masa bodo dengan moralnya, saat ini yang terpenting adalah bertahan hidup, entah bagaimana dan sampai kapan.

Ia tiba di depan toko dan melihat bahwa Ia sudah terlambat. Ketika Ia berjalan menuju ke pusat perawatan, sepertinya ada orang-orang yang datang dan melaksanakan niatnya untuk menjarah toko. Kaca depan toko sudah pecah, pintu toko pun terbuka. Dari luar Ia bisa melihat banyak barang yang berantakan, dan nampak seperti dibawa paksa. Ia pun melangkah masuk ke dalam toko, berharap agar ada sesuatu yang bisa Ia bawa pulang, dan semoga saja itu adalah makanan.

Ia menggeruk sisa-sisa barang dalam toko, Ia menemukan beberapa barang yang pikirnya bisa dibawanya pulang. Ada beberapa suplemen makanan, yang entah bisa berguna atau tidak. Ada juga beberapa botol air minum. Ia mengambil apapun yang mungkin Ia dan sahabat-sahabatnya butuhkan. Ia paksakan semua barang yang Ia ambil masuk ke dalam tasnya, dan mencari tas lain untuk dapat memuat barang-barang lainnya. Lalu beranjak pergi. Kakinya sudah mulai mati rasa, dan kota yang sunyi itu sudah mulai gelap. Tidak ada kendaraan yang lewat, dan tidak ada suara kehidupan. Jika ini adalah mimpi, ini adalah mimpi yang sangat panjang dan tentu saja, buruk.

Ketika sampai di apartemen, tidak ada yang berubah. Tidak ada orang, dan tidak ada suara-suara. Sunyi.

Nindi mengetuk pintu apartemen sebelum membuka kuncinya, persis seperti kebiasaannya. Tidak ada jawaban dari dalam, tapi Ia memaksa untuk masuk ke dalam. Berpikir mungkin saja kedua sahabatnya sedang beristirahat. Ia membuka pintu dengan perlahan sambal menahan beban karena tasnya yang terisi penuh dengan barang-barang yang kemungkinan mereka butuhkan saat ini. Sunyi.

Ia melihat ke ruang tamu, tempat biasa Ia dan sahabatnya duduk mendengarkan radio. Di sana, Ia mendapati kedua sahabatnya terbaring di lantai, tidak ada suara, hening. Ia meletakkan barang-barang yang dibawanya, menutup pintu aparteman. Kakinya masih terasa mati rasa, Ia berniat memasak air dan mungkin merendam kakinya sebentar. Tapi, ia tiba-tiba merasakan kelelahan yang luar biasa. Ia pun mulai mengantuk dan memutuskan membaringkan diri di dekat kedua sahabatnya. Sebelum menutup matanya, Nindi membayangkan kedua orang tuanya. Ia membayangkan hangatnya rumah mereka dan hangatnya pelukan Ibunya. Jika saja pada saat itu Ia tidak pergi. Jika saja pengumuman tentang penerimaan beasiswa itu tidak ditujukan padanya. Jika saja, demikian pikiran-pikiran itu membanjiri otak Nindi pada saat ini.

Sesaat sebelum Nindi menutup matanya, Ia melihat mahahari melalui tempatnya berada. Matahari ini memancarkan sinar yang tidak menyakitkan mata, ada korona yang sangat indah mengitari sekeliling matahari. Ia tertekun takjub. Dalam keadaan seperti ini, Ia masih bisa merasakan keindahan. Ucapan syukur terlontar otomatis dari mulutnya yang sudah mulai mati rasa.

Nindi tidak tahan lagi, Ia lalu menutup matanya.

Entah dalam keadaan mengantuk atau memang sudah sepenuhnya tidur, Ia lalu merasakan kedamaian dan kelegaan. Ia merasa sepertinya semua pengalaman buruk ini tidak pernah terjadi.

-Selesai-

Catatan penulis:

Ide cerita ini muncul sejak wabah Covid-19 yang menyerang penduduk di kota Wuhan-China pada tahun 2019 yang lalu. Sejak saat itu, sambil memperhatikan perkembangan yang terjadi, penulis terus berusaha untuk mengembangkan ide tulisan dan menjadikannya nyata dalam bentuk cerita pendek.

Perlu diketahui bahwa penyakit yang digambarkan dalam cerita ini adalah rekaan, hasil imajinasi dari penulis dan sangat jauh dari deskripsi penyakit serta tanda dan gejala dari seseorang yang terinfeksi covid-19. Penulis memproduksi tulisan ini hanya semata-mata demi kepentingan hiburan saja, dan tidak memiliki maksud untuk menakut-nakuti, menghina, menjatuhkan atau mengolok-olok keadaan yang pada saat ini sedang melanda banyak orang di dunia. Tokoh dalam cerita ini pun adalah fiktif, hasil rekaan dan imajinasi penulis. Penulis mohon dimaafkan jika ada dari pembaca yang secara tidak sengaja tersinggung dengan cerita pendek ini.

Semoga cerita ini bermanfaat dan sungguh, terima kasih karena sudah membaca sampai habis.

Penulis tergabung dalam team Interpolasi yang beranggotakan, Maria Frani Ayu (Ayu), Mulya, Zie Aurel, dan Ilham.

Advertisement

5 thoughts on “CORONA

  1. Dear Tim Interpolasi,

    Cerita yang ditulis terasa dekat dan nyata karena pembaca bisa merasakan hal yang sama seperti yang kita alami sekarang. Kasihan dengan kondisi Nindi dan teman-temannya.

    Sedikit koreksi:
    1. Pesehatan (kesehatan)

    2. Kalimat, ” Pertama, penyakit yang terjadi di kota kecil tempat mereka tinggal saat ini dinilai sebagai ‘penyakit infeksius misterius’ yang menyebar sangat cepat antara manusia satu dan manusia yang lain dengan media penyabaran yang masih belum jelas juga.” —- terasa panjang dan ngos-ngosan saat dibaca. Bisa diakali dengan pemberian tanda koma atau dipilah lagi menjadi beberapa kalimat.

    3. mereka tidak bisa hanya diam saja — kata ‘hanya’ dan ‘saja’ memiliki arti yang sama. Hapua salah satu kata tersebut.

    4. Nindi binggung (bingung)

    5. bergerak lebih lincah dibawah (di bawah)

    6. Ia menggeruk sisa-sisa barang dalam toko, Ia menemukan beberapa barang yang pikirnya bisa dibawanya pulang —- pengulangan kata ia dan nya. Kalimatnya bisa disesuaikan lagi

    Liked by 1 person

  2. Aku baru membaca sampai selesai cerpen ini.

    Bagus ceritanya, mbak Ayu.
    Karakter utama, Nindi sungguh berjuang hidup dan mati di negeri orang. Nun jauh di kota kecil Cina. Rasa rindunya pada kampung halam, terutama keuda orang tua bisa dirasakan begitu harunya.

    Akhirnya endingnya menjadi antiklimaks perjuangan seorang Nindi. Gadis yg baru menginjak dewasa di awal studinya di perguruan tinggi.

    Nindi akhirnya tertidur, dan korona membangunkannya. Ternyata korona itu kosa kata bahasa Indonesia ya, baru tahu aku.

    Btw, menulis cerita pendek sepanjang ini lumayan membutuhkan effort yg tinggi ya. Aku sdh merasakannya. Hehe.

    Tapi semua terbayar ketika paragraf terakhir usai. Dan tentunya saat memposting di blog.

    Kekurangan pasti selalu ada. Tapi di atas semua itu, sebuah proses akan menambahkan perbendaharaan pengalaman yg sangat berharga.

    Nice story, mbak Ayu.👍

    Liked by 1 person

    1. Terima kasih, Mas.

      Tulisan ini memang terinspirasi dengan wabah covid-19 yang terjadi pertama kali di Wuhan-China pada awal tahun lalu sebelum wabah ini sampai ke Indonesia. Memilih Nindi sebagai karakter utama cerita terjadi begitu saja, Mas. Mungkin waktu itu karena berpikir ini akan menjadi ‘cerita pendek’, jadi tidak perlu sampai menambahkan karakter lain, cukup satu karakter dan pemikirannya saja. itu juga sepanjang ini ceritanya.

      Benar, Mas. Kekurangan selalu ada, tapi begitu juga dengan usaha untuk selalu belajar memperbaiki diri. Semoga cerita pendek ini memberikan inspirasi bagi yang membacanya, setidaknya untuk belajar membuat cerita pendek juga.

      Ayu tidak tahu nilai apa yang bisa diambil dari cerita pendek ini. Mungkin soal “perjuangan” untuk bertahan hidup dalam menghadapi situasi-situasi sulit heee

      Like

Comments are closed.