Bertemu Serena GeMeshh

Tiga tahun lalu sebelum pandemi…

Namanya adalah Serena Gemaila Mesopotamia. Seseorang yang kukenal dari Facebook tempo hari. Sere GeMeshh, -begitulah nama akunnya- merupakan teman dari temannya temanku di aplikasi sosial media tersebut. Saat itu aku tengah memberikan sebuah komentar pada foto pernikahan seseorang yang kukenal. Sere pun melakukan hal yang sama. Terpancing melihat foto profilnya yang menarik, iseng-iseng aku menekan tombol request friend.

Kira-kira tengah hari selepas aku makan siang dengan Mawar, sebuah notifikasi muncul di layar handphone. Sere menerima pertemanan. Bagi seorang jomlo akut dan imut sepertiku, mendapatkan respon dari perempuan itu terasa membahagiakan.

“Jangan ngarep dulu, Tom. Kali aja tuh cewek pake foto sembarang hasil donlot di gugel,” celetuk Mawar.

“Tenang aja sih. Kan judulnya aja FRIEND kalau di Facebook. Untuk urusan selain itu bisa dilihat nanti,” jawabku penuh percaya diri.

###

Hari berganti, musim berubah. Sudah 3 bulan aku menjalin pertemanan dengan Sere. Kami juga sering bercakap-cakap dalam pesan Whatsapp. Namun kami sepakat untuk tidak melakukan Video Call sebelum bertemu langsung dan saling tatap. Sere membuatku semakin penasaran.

Dan esok adalah hari pertemuan itu. Atau bisa disebut dengan istilah kopi darat. Entahlah siapa yang membuat istilah ini pertama kali. Mungkin karena tempat pertemuan itu biasanya dilakukan di warung kopi sederhana atau kafe mewah dengan beragam sajian kopi khasnya. Tak apalah. Kopi Darat jauh lebih enak didengar daripada Buaya Darat.

Mawar hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah konyolku. Ketika Sere mau kuajak bertemu, raut mukaku berubah dari pucat menjadi lega. Ya, kuakui sebenarnya tidak mudah untuk melakukan itu. Butuh waktu beberapa hari supaya aku bisa mengumpulkan keberanian.

“Oke, Mas. Sere tunggu di tempat itu besok ya.”

Handphone kuciumi entah sudah berapa kali. Aku terlompat, hilir mudik mengelilingi dipan. Berteriak-teriak sambil memanggil namanya. Mawar melempariku barang-barang yang ada di dekatnya. Bantal, charger handphone, stick game dan entah apalagi. Sepupuku itu menyuruh diam. Namun aku tak peduli. Kujulurkan lidah mengolok-oloknya.

Pikiranku berubah menjadi anak-anak panah yang menakar berbagai kemungkinan dan ketidakmungkinan saat pertemuan esok. Mawar terheran-heran melihatku. Ia terbaring lagi, menarik selimut dan membungkus diri dari ujung kaki ke ujung kepala. Sementara itu, perasaanku tak dapat aku kendalikan. Senyawa endorfin terbentuk dan membuat rasa bahagiaku semakin membuncah.

Aku berteriak lagi. Kali ini menyanyikan lagu kesukaan. Merasa terusik, Mawar keluar dari selimutnya. Dia bangun lalu menjitak kepalaku.

“Tommy  Saepullah, eling! Ini sudah malam. Teman-teman kosan yang lain bisa terbangun. Balik sana ke kamarnu!”

Lalu dia kembali ke tempat peraduannya. Aku mengelus-elus kepala. Tangan kekarnya tak bisa disepelekan. Sebagai atlet bola voli profesional, daya tampar dan pukulnya bukan main. Sakit, cuy!

Bermain Pro Evolution Soccer sudah selesai. Makan dua porsi mie instan rasa kari ayam juga sudah. Perut kenyang dan hati bahagia menantikan pertemuan esok. Semua urusanku sudah selasai di sini. Dan Mawar sudah mengusir. Kalau Tuan rumah murka, aku harus segera hengkang.

Aku undur diri dengan berjalan pelan-pelan. Pintu kamarnya kututup. Berjalan lima langkah adalah kamarku. Sebelum masuk kutengok lagi kamar di belakang. Pintunya ditempeli nama lengkap. MAWARDI KUSUMA.

“Doakan aku, Mawar. Sepupumu ini butuh dukunganmu.”

###

Siang menjelang. Matahari cukup terik dan jalanan berdebu. Beruntungnya kondisi di jalan tidak sepadat pagi atau sore hari. Aku ingin segera sampai ke tempat tujuan. Pukul dua kurang empat menit, aku sudah tiba di Mall Kota Kasablanka. Aku mampir sebentar ke toilet di dekat parkiran motor. Lalu membasuh muka, mengelapnya hingga bersih dan tak lupa merapikan kemeja. Oia, rambut juga harus ditata ulang agar tidak tampak berantakan. Pokoknya hari ini aku harus sempurna. Penampilan selalu yang pertama kali dinilai oleh perempuan saat ia “kopi darat” dengan seorang pria.

Akhirnya aku akan bertemu dengannya. Hari ini kita akan bertemu untuk pertama kali. Aku juga penasaran apakah ia perempuan yang seperti kubayangkan atau tidak. Karena kadang-kadang sikap, penampilan dan gaya bahasa seseorang di media sosial bisa saja sangat berbeda dengan yang aslinya. Walau memang, tidak menutup kemungkinan kalau ia adalah dirinya yang sebenarnya, baik di media sosial ataupun kehidupan sehari-hari. Aku akan membuktikannya sendiri hari ini.

Lima menit telah berlalu. Udara dingin mall yang aku dambakan sejak dari luar, kini sedang masuk menelusuk ke dalam kulit dan pori-poriku. Sejuk sekali rasanya di sini.

Sekarang, aku sudah berada di depan Marugame Udon. Di sini adalah tempat janjian kami. Sere dan aku sama-sama suka makan Udon. Menurutnya, Udon di sini adalah yang terenak di Jakarta. Begitu kata dia kemarin di Whatsapp.

“Mas Tommy!”

Seseorang memanggilku. Ia melambaikan tangan kemudian menghampiri. Aku masih memasang muka bengong dan mulut yang menganga saat perempuan itu datang dan memberikan senyuman indahnya.

Dug! Dug! Dug! Ini bukanlah suara bedug melainkan degupan jantungku yang seketika berderap kencang. Subhanallah! Cantik sekali. Apakah ia Sere? Aku segera sadar dari lamunan dan berusaha bersikap cool.

“Sere?” tanyaku agak ragu.

Ia tersenyum dan menganggukkan kepala.

“Sudah lama menunggu ya, Mas?”

“Enggak. Baru beberapa menit kok.”

“Yuk, kita masuk aja. Mumpung gak terlalu ramai.”

Aku masih saja berdiri mematung dan mataku masih terpesona melihatnya. Ia menepukkan tangannya di depan mukaku. Pelan tapi cukup ampuh membangunkanku dari lamunan. Duh, fokus dong, jeritku dalam hati. Aku tidak boleh nge-blank. Aku harus tetap tenang.

Ia memberiku kode supaya mengikutinya masuk ke dalam resto itu. Aku mengekor di belakangnya. Sambil mengantri dan menunggu giliran membawa nampan dan lainnya, ia berkata kalau ia bisa langsung mengenaliku dengan mudah karena foto profil di Whatsapp-ku sangat jelas. Seorang pria kurus tinggi, berjidat lebar, memakai kacamata dan mengenakan jaket hitam. Dan hari ini pun, aku mengenakan setelan yang hampir sama. Sedangkan foto profil dia sama dengan yang dipasang di Facebook, Sebuah foro hitam putih dengan shoot wajah dari samping. Dan sekarang dia memakai outfit yang sama sekali berbeda. Tentu saja.

Oh, aku mudah sekali ditebak. Tadinya aku pikir aku akan susah dicari. Ya setidaknya ada telpon-telponan gitulah kayak anak muda di serial FTV yang saling bertanya kamu di mana, aku di sini, pakai baju apa, dan sebagainya.

Karena masih lama mengantri, Sere mengajakku ngobrol. Dia bilang nama yang ada di akun Facebook itu adalah nama pena. Ternyata ia seorang penulis.

“Serena memang nama asliku. Gema adalah nama ayah dan Laila disingkat ila itu ibu jadilah Gemaila. Kalau Mesopotamia itu karena ayah adalah guru sejarah di sekolah. Sejarah Mesopotamia yang sampai sekarang membekas di kepalaku sejak kecil. Entahlah. Mungkin karena ayah pandai bercerita ya. Haha…”

Aku manggut-manggut memperhatikannya saat bicara. Dia aktif sekali. Gak cerewet tapi asyik kalau ngobrol.

Dan sampailah kami di depan para chef. Sere memesan Beef Curry Udon, sedangkan aku memesan Niku Udon. Brokoli Tempura dan Egg Tempura menjadi tambahannya. Ternyata ia juga mengambil tempura yang sama sepertiku. Selesai membayar makanan, kita berdua memilih untuk duduk di meja makan yang berada paling pojok.

“Jadi nama lengkapnya siapa?”

“Serena Safitri, Mas”

“Bagusan yang GeMeshh sih menurutku.”

Ia tertawa.

Sambil melahap Udon. kita berdua ngobrol ngalor-ngidul. Membicarakan banyak hal. Sere pintar sekali bicara. Seluruh topik yang kita bahas, ia mengetahuinya dengan baik. Aku hanya menimpali sedikit-dikit. Bukan karena tidak mengerti apa yang ia omongkan, aku merasa gugup. Suer! Takut salah ngomong atau malah ngelantur. Aku lebih banyak diam, kadang menunduk dan sesekali mencuri pandang ke wajahnya yang cantik, matanya yang jernih dan senyumannya yang bisa mengalihkan duniamu.

Aku memang tidak biasa bertemu seorang perempuan seperti ini. Apalagi Sere seorang yang aktif. Tapi aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

“Sere, tahu film apa yang lagi tayang di bioskop sekarang?”

“Tahu, dong. Aku kan penyuka film, Mas.”

“Oh, Movie Freak juga ternyata.”

“Emangnya Mas hobi nonton?”

“Banget.”

Sere tersenyum padaku lalu ia mengeluarkan handphone.

“Nih, Mas. Film yang tayang sekarang itu..” Ia menunjukkan jadwalnya.

“Kita nonton Fast and Furious 8 aja, yuk!”

Sere mengangguk. Setelah selesai makan kita bergegas ke bioskop. Kita pilih film yang tayang jam 15.45. Jadi kita bisa Shalat Ashar dulu kemudian nonton. Semoga hari bersama Sere ini menjadi hari yang akan kukenang nanti. Walaupun bedug di dalam hati semakin keras terasa, tapi aku harus menguasainya.

Advertisement

8 thoughts on “Bertemu Serena GeMeshh

Comments are closed.