Kepada Bumi 2030

sumber: 9jedit on Instagram

Rifina kepada bumi 2030.

Salam dari masa lalu; ketika usiamu masih kepala dua. 😁 Pertama-tama, tidak afdal rasanya jika tidak bertanya kabar, jadi―bagaimana kabarmu? Ada hal membahagiakan apa hari ini? Dan, biar serasi sama judulnya, apa kabar bumi 2030? Sudah secanggih apa teknologinya?

Aku yakin kamu tidak akan terkejut dengan tulisan ini―ya iya, kan kamu sendiri yang menuliskannya, hahaha. Di tempatmu sudah 2030, ya? Itu lama sekali lho, jaraknya 10 tahun sejak aku menulis ini. Aku tidak tahu kamu akan mencapai tahun 2030 atau tidak. Kalau bicara umur, itu sudah misteri Illahi sih. Tapi semoga kamu senantiasa bahagia setiap harinya.

Ini bagian inti suratnya. Aku akan berbagi kabar dari tahun 2020, dan tentu saja kuselipkan juga pertanyaan-pertanyaan yang harus kamu jawab di masa depan.

Tahun ini dunia sedang digemparkan virus COVID-19. Apa kamu masih mengingatnya? Saat ini sih aku heran, mengapa bisa segempar ini. Sampai-sampai membuat produk-produk tertentu jadi habis, atau masih ada tapi harganya digenjot tinggi sekali. Dua hari yang lalu aku mendengar opini seorang sahabat pena yang sedang koas (mungkin tahun 2030 nanti dia sudah jadi dokter), bahwa kita sebenarnya sudah dibayang-bayangi penyakit mematikan dan berisiko lainnya sejak lama. Sebut saja TBC, DBD, serta tifus, dan ketiganya ini juga tidak kalah ‘jago’ dari virus yang lagi ramai saat ini. Yah, kuharap kehebohan ini akan membuat orang-orang lebih aware dengan kesehatannya. Biar bisa menangkal penyakit lainnya juga.

Kabar kedua: aku sedang scrispy! Oh ya, itu panggilan sayangku untuk skripsi. Tidak perlu dijelaskanlah ya, kamu pasti tahu kenapa aku―kita―menyebutnya demikian. Sepuluh tahun lagi, kepusinganku ini pasti sudah menjadi buku yang tersimpan di perpustakaan kampus. Kapan terakhir kamu melihatnya di perpustakaan? Sekali-kali tengoklah dia, sekalian bernostalgia. Bikinnya susah, tau! Tapi, setidaknya di masa depan kita tahu bahwa tahun akhir menuju sarjana ini berhasil kita lewati.

Hm … apa lagi, ya. Yang jelas sih kamu masih jomlo. Tulen, hahaha. Tapi karena kamu memilih jomlo karena-Nya, insyaAllah berbuah manis juga nantinya. 😁 Ehm, tapi kan di situ sudah tahun 2030, buahnya sudah kamu ‘petik’ belum?

Kabar keempat, sampai detik ini novelmu baru dua nih. Sangat tidak produktif menulis ya Anda, haha. Aku sempat menulis draf waktu tahun 2019, tapi sengaja ku-pending karena scrispy tidak mau diduakan. Kuharap draf tahun 2019 itu sudah kamu lanjutkan, atau malah sudah terpajang di toko buku se-Indonesia!

Tahun 2020 ini pun alhamdulillah keluarga kita masih sehat. Si emeng alias kucing, Ichi, juga sehat dan masih gengsian, hahaha. Semoga mereka juga senantiasa sehat hingga sepuluh tahun mendatang. Entah nanti kita masih bisa kumpul full-team atau tidak. Lagi, kalau bicara umur, itu sudah di luar jangkauan kita. Tapi tetaplah percaya bahwa semua yang terjadi, baik yang telah maupun akan, sudah menjadi ketetapan-Nya.

Sepertinya kucukupkan sampai di sini saja. Kuharap hubunganmu dengan teman-teman lama juga masih terjalin dengan erat. 🙂 Terakhir, bersyukur dan berbahagialah selalu!

Dari bumi tahun 2020,

Rifina.

Advertisement

35 thoughts on “Kepada Bumi 2030

      1. Ihx kokx ikut-ikutanx

        Xixixixixixi

        Sementara itu Rifi hanya bengong

        “Ini berdua lagi ngapain sih? Komen tentang isi posnya, woi!”

        Tapi karena baik hati, dia hanya akan balas komen ini dengan smiley

        Liked by 2 people

  1. TBC yang saya paham karena pernah ada di dalamnya, sebelum diketahui pengidapnya secara dini dan pengobatannya ditambah tayangan film yang dramatis memang terasa sangat menakutkan, tapi setelah 2010 dan saya sangat dekat dengannya ternyata kesabaranlah yang jauh lebih teruji dari pada katakutan itu sendiri.

    Liked by 2 people

Comments are closed.