di ujung hari menyesap kopi
menikmati setumpuk kumpulan puisi
mengambil acak di deretan lemari
sembilu kumpulan kesedihan yogya
perubahan tak mengenakkan para pujangga
sederetan nama yang banyak dikenal
menggoreskan resah dalam sembilu
aku malu jadi orang indonesia
entah telah raib ke mana, aku lupa
asli dari penulisnya kuterima
mungkin karena dulu aku tinggal
di markas bersama, ada yang suka
membawanya tanpa kata
raib pula kemarau dalam sekumpulan sajak
kenangan pertama kumpul bersama
para seniman, yang aku paling muda
pun langsung dari penulisnya kudapat
saat launching dibuka oleh wali kota
akhirnya aku mencari gantinya
aku mengunyah cahaya bulan
dari pemilik yang sama
kutemukan di pasarraya
ohoi… yang balsem itu
karya kyai dari pantura timur
raib jauh lebih dulu
tipis, kecil tapi menghangatkan
kritikan serasa banyolan
di lemari tak lagi kutemukan
puisi-puisi selain goresanku
ah, jaman tlah berkembang
di dunia maya banyak bertebaran
bisa disesap tiap saat, asal sempat
yang baru, yang lama pun sangat lama
tinggal pilih mana yang suka
berulang-ulang dibuka
berulang-ulang dibaca
berulang-ulang tanpa bosan
semakin kukenal banyak orang
berpuisi aneka macam rasanya
senja di kampung manis,
20 Januari 2020
Entah harus dengan nada ataupun irama seperti apa membaca puisi, yang jelas puisi adalah jalan baru yang sedang kujelajahi
LikeLiked by 2 people
jalan baru bagi Nunu, jalan lama bagiku
LikeLiked by 2 people
Mantab. Puisi lahir dari hati. Betapa manusia itu dikarunia kesempurnaan sehingga ia bisa melukiskan apa yang ada di dalam diri dan di luar dirinya.
LikeLiked by 1 person
melukiskan kehilangan buku tapi tak tahu harus mencari kemana
LikeLiked by 1 person
Mantap, Pak 👍
Belajar banyak dari tulisan-tulisan dan karya Bapak 🙏
LikeLiked by 1 person
terima kasih
LikeLiked by 1 person