Ini hanyalah sekelumit kisah tentang anak kampung yang bermimpi menjadi penyair, tapi bingung bagaimana memulainya. Ini juga cara cepat menjalankan tugas di Ikatan Kata, mendaur ulang tulisan lama semoga bisa diambil manfaatnya terutama bagi yang baru memulai menata mimpi tentang cita-cita. Dari blog pribadi judul yang sama dengan sedikit penambahan isi seperlunya
Entah tahun berapa tak lagi kutemukan dalam memoriku. Darimana pula kudapatkan juga tak ada ingatan yang bisa dilacak. Hanya saja selembar pun tak utuh telah membuatku bermimpi jauh mengawang. Bahkan namanyapun tak ingat persis apakah yang terbit pagi ataukah siang, yang jelas asalnya dari Semarang.
Kuulang dan ulang lagi membacanya. Ada orang kampung, kuliahpun tak selesai. Nama Kampung itu Tinggarjaya. Belum pernah kudengar orang sekampungku menyebutnya. Namun entah hati ini tergetar, pelan-pelan menyelinap mengimpikan ingin seperti orang dari kampung Tinggarjaya itu. Seorang pemuda yang out of the box istilah jaman sekarang. Bahkan sangat berani menampilkan diri di publik dengan model yang sama sekali beda.
Tahukah sobat, siapakah pemuda itu namanya?
Untuk saat ini mungkin sudah sangat banyak yang mengenalnya. Namun saat itu jangankan diriku, guru Bahasa Indonesia di sekolahku jika kutanya kemungkinan besar tidak bisa menjawabnya. Siapakah Ahmad Tohari itu. Ya, dialah pemuda yang disebut-sebut dalam sobekan koran itu. Masih menurut koran tersebut, Ahmad Tohari telah menggegerkan dunia tulis menulis dengan keberaniannya meluncurkan Ronggeng Dukuh Paruk.
Semakin bergetar hati ini. Apalagi mengingat pernah kudapati pelajaran sastra di sekolah, tokoh-tokoh yang banyak menyelusup ke dalam hatiku. Masing-masing berbisik lembut, membuai menajamkan mimpi. Jadilah seperti diriku, sang pengembara kata, sang pengelana huruf.
Ah, aku suka mantra-mantranya Sutardji. Jatuh cinta pada dobrakan tradisi ala Chairil. Terpesona pada diksi mantap mendayu-dayu milik Amir Hamzah. Tak bisa berkata apa-apa mendengar Bimbo mendendangkan syahdunya syair buah karya Taufiq Ismail. Betapa membingungkannya menikmati goresan Darmanto berbagai bahasa dalam satu puisi.
Sobat. Aku harus sadar diri. Bangun dari mimpi. Apalah mungkin diri ini yang anak kampung, bergulat dengan lumpur, mencari rumput bisa mengawang seperti mereka. Berkelana dengan kata-kata.
Bukankah Ronggeng Dukuh Paruk itu juga dari kampung?
Okelah kalau begitu. Tetapi bagaimana aku harus meraih mimpi-mimpi itu. Angka-angka eksakku lebih melesat dibanding yang lain. Bahkan yang mengerikan lagi, pelajaran seni, kalau praktek selalu tak pernah selesai. Guruku paling sebel jika aku praktek menyanyi. Malah ngomel-ngomel nggak karuan. Ah, payah sudah tahu nggak bisa dipaksa juga, diomeli lagi.
Terus bagaimana mimpi-mimpi ini.
Yakinlah, jika mau berusaha pasti ada jalan. Dengan diam-diam tetap kupupuk mimpi itu. Tak berani kunyatakan pada siapapun. Dari pada jadi bahan tertawaan.
Betul kan jalan itu ada. Tahun 93 aku diterima di PTN yang lokasinya se kabupaten dengan kampung Tinggarjaya. Tinggal selangkah lagi untuk meraih mimpi. Bisa menimba ilmu langsung pada ahlinya. Bisa bertanya bagaimana bermain dengan kata-kata.
Eitt, nanti dulu. Ini kuliah tidak main-main. Biologi bukan kuliah yang bisa dibagi dengan hobi sambilan. Tuh buktinya, akhir semester malah menderet rantai karbon. Semakin senut-senut bukan. Ngapain pula mikir bercanda dengan kata-kata. Untuk apa memupuk mimpi seperti Sutarji. Memangnya mantra bisa bikin kaya.
Ah, pusing aku. Biarlah. Wahai mimpi pergilah sana. Jangan ganggu aku. Biarkan kuselesaikan dulu urusan hidupku ini. Berkutat dengan ilmu-ilmu tentang makhluk hidup sudah cukup kliyengan. Tak usahlah menambah beban. Biarkan takdir yang akan menentukan.
Tahun 2000, usai sudah kliyengannya dengan mendapat predikat sarjana. Langkah mantap menatap masa depan. Tapi sebentar, aku mau jalan-jalan ke mal, lihat-lihat sajalah.
Apa yang kutemukan sobat di sana? Mimpiku nyantol di sana. Lelaki Tinggarjaya itu menyelinap kembali. Chairil Anwar tersenyum dengan rokoknya yang mengepul. Sutarji melambai senyum dengan tuak dan mantranya. Ohoooi, indahnya dunia kata-kata. Aku jatuh cinta kembali
Baiklah, saatnya kubuktikan bahwa ini bukan lagi mimpi. Ini sungguh nyata. Kugoreskan kata-kata pada beberapa lembar kertas dan segera kukirimkan ke media massa. Aha, mantap sekali bung. Tak sampai sepekan, tepat di hari minggu kulongok koran, ada namaku di sana. Senyumku saat itu sulit kulukiskan dengan kata-kata. Mimpi puluhan tahun kini telah di depan mata.
Mimpiku makin jelas mewujud. Pelan-pelan kutekuni dunia kata. Menyelam makin dalam. Menghirup aroma segarnya. Ada kabar orang Jakarta membuat kelompok pecinta kata-kata. Maka segeralah aku bergabung bersamanya. Ada kesempatan mengundang Helvy Tiana Rosa ke tempatku. Tak lama kemudian kenal dengan orang pensiunan pertamina, ternyata sahabat dekatnya Taufiq Ismail. Atas jasa beliaulah aku dipertemukan dengan Taufiq Ismail. Aku diminta membuat acara di rumahnya dengan mengundang 200 orang. Beliau yang membiayai sepenuhnya kedatangan Taufiq Ismail.
Kuagendakan sungkem langsung ke desa Tinggarjaya. Aku disambut gembira, seperti anak yang sangat lama tidak pulang. Kami ngobrol banyak tentang dunia kata-kata. Betapa bahagianya
Dunia kata-kata ternyata bukan sekedar mimpi, tapi bisa kuraih meski baru awalnya. Setidaknya beberapa media massa sempat kucicipi. Telah kulahirkan beberapa kesayangan: Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf, Doa dan Fatamorgana serta Balada Seorang Lengger. Meskipun hanya satu yang sepenuhnya milikku. Sedang yang pertama ada 15 orang sedang yang ketiga oleh 19 orang. Kulanjutkan lagi Telah Kutaman Benih Kerinduan dan yang belum lama kuikuti adalah Membaca Zaman bersama 36 orang dalam 190 halaman puisi.
Sepertinya seorang Ahmad Tohari telah memberikan kesan yang dalam untukmu, Mas.
Saya pun ingin bisa bertemu dengan para penulis hebat. Jika tak bisa mereka maka penulis era sekarang pun tak apa-apa.
Sungguh pengalaman yang berharga ya.
By the way, ada beberapa typo yang bisa Mas Narno perbaiki lagi ya.
Semangat!
LikeLiked by 1 person
semoga Mas Fahmi tidak penasaran lagi
LikeLike
Hehe..
LikeLike
Keren Cikgu. Terbaik. ๐๐
LikeLiked by 1 person
masih ada satu kisah lagi
LikeLike
Ayo dipos lagi ๐
LikeLiked by 1 person
nantilah, ke puisi dulu
LikeLike
๐๐ Ditunggu
LikeLike
ok
LikeLike