Alkisah, setiap pagi dari Senin hingga Jumat – seperti orang-orang kerja, saya menjadi bagian dari orang-orang yang menanti busway di depan halte UIN Jakarta. Sepuluh menit sebelum dan setelah jam tujuh adalah waktu-waktu krusial yang tidak boleh terlewatkan. Terlambat sedikit, alamat menunggu lebih lama lagi.
Dalam penantian busway setidaknya sebulan terakhir ini, saya mulai menghapal wajah-wajah yang sepertinya kerap sekali menanti busway di waktu yang sama. Pria dengan rambut dikuncir yang selalu turun di halte Pondok Pinang; ibu-ibu PNS yang diantar suaminya sampai ke depan UIN; dan juga, seorang gadis yang memakai masker, berkacamata bingkai merah, menenteng ransel lusuh merek Palazzio.
Saya tak yakin tas Palazzio yang disandang gadis itu adalah asli. Talinya sudah kusut sana-sini, bagian bawahnya tampak seperti mau jebol menahan ragam beban yang dimasukkan, di bagian samping resletingnya rusak – tampak ia ditarik ke bagian tengah, sebagaimana ibu ajarkan ke saya bahwa ketika resleting tas rusak, tarik ia ke bagian tengah.
Saya tidak mencium aroma parfum yang aneh-aneh dari gadis ini. Lumrahnya parfum-parfum yang dijual di majelis-majelis taklim saja, mungkin dia tak memilih jenis Za’faron atau Malaikat Subuh yang kelewat nyegrak. Saya tak tahu itu jenis apa, tapi saya familiar saja saat kami berdiri berdampingan di samping pintu yang konon bertulisan “Dilarang Berdiri di Depan Pintu”. Tapi sepertinya bersandar ke pintu itu tak apa, toh ia cukup kuat, dan bersandar ke bahu mbaknya jelas-jelas tidak boleh.
Gadis ini tidak pernah memerhatikan saya – apalah saya untuk diperhatikan. Tapi saya suka mengamati orang-orang yang berangkat kerja, menanti di waktu yang sama, lalu naik kendaraan yang sama. Mungkin akan sangat menarik jika orang-orang ini membuat paguyuban penunggu busway, kegiatannya ngopi-ngopi sambil nggedabrus soal pekerjaan dan kuliah masing-masing, lalu menghargai dan memberi respek setiap capaian kerja maupun prestasi sekolah. Sesekali juga sambil mengeluhkan Ciputat yang macet atau AC busway yang bocor.
Orang-orang bisa saja disatukan oleh waktu, seperti jam kerja yang sama. Orang-orang bisa saja dipisahkan oleh waktu, karena cara mereka memahami waktu tak selalu sama. Satu orang terburu-buru, satu orang menikmati dunia dengan secangkir kopi dan pisang goreng hangat tiap pagi, dan orang-orang lainnya tenggelam dalam gawainya masing-masing bersama paguyuban-paguyubannya sendiri.
Mereka memilih tidak bersama orang yang membersamai mereka di waktu pagi, bersama menanti busway Ciputat-Kampung Rambutan S22, dan melamunkan mengapa mahasiswa UIN harus menyeberang jalan di atas lintas zebra yang pudar warnanya sambil menyetop mobil dan sepeda yang beradu klakson, padahal jembatan penyeberangan berkarat berdiri jauh di sana memajang baliho besar perumahan terbaru yang tentu saja, tak bisa dibeli mahasiswa yang naik busway Ciputat-Kampung Rambutan.
Paguyuban penunggu busway itu tak pernah ada. Dan menulis pos pertama di blog ini sepertinya lebih berarti dibanding menanti yang tak pernah ada.
(Sumber foto: lpminstitut.com)
Akhirnya ketemu paguyuban berbasis hobi. Kalau karena kesamaan tempat tunggu sulit ditemukan kesamaan minat, Iqbal. Maka sudah tepat kamu di sini. Aku bisa membaca apa yang kamu rasakan melalui tulisan.
Wah, dulu aku sering naik Koantas Bima Ciputat – Kp Rambutan. Tapi dah gk ada ya Bus itu. Jadi inget bergelantungan setiap kali berangkat kerja.
Nice post, Iqbal.
LikeLiked by 1 person
Semangat ngampus Mas. Jurusan apa nih? Paguyuban penunggu busway bagus tuh, pasti seru. Salam kenal. 😃
LikeLike
Salam kenal. Jurusan kesehatan kak. 😁
LikeLike
Wah keren. Tos deh. Sesama anak UIN. 😃😃
LikeLike
Wah, anak Ciputat? Jurusan dan angkatan?
LikeLike
Bukan sih. Saya di Jogja. Anak MU.
LikeLike
Coba kenalan sama si mbak-mbak tadi itu. Siapa tahu jodoh.
Kalau ada kosakata lain sebaiknya di akhir pos diberi keterangan arti. Misal nggedabrus itu artinya apa
LikeLiked by 1 person
Waduuuh lain waktu saja pak hihi.
Terima kasih sarannya, saya tambahkan nanti. Tadi terpikir ingin menggunakan kata bahasa Indonesia saja tapi kok maknanya kurang nendang. 😁
LikeLike
Sip.
Lanjut ketik5 ya
LikeLike
saya suka kalimat penutupnya
Paguyuban penunggu busway itu tak pernah ada. Dan menulis pos pertama di blog ini sepertinya lebih berarti dibanding menanti yang tak pernah ada
LikeLiked by 1 person
Tulisannya menarik, Mas! Sederhana karena kisah sehari-hari. Penulisannya enak dibaca. 😁 Semangat terus!
LikeLiked by 1 person