Ibuku Pahlawanku

Foto ambil dari sini

Pahlawan adalah orang yang rela  berkorban untuk mewujudkan kebaikan bagi orang lain. Pahlawan melakukan sesuatu bukan untuk dirinya sendiri. Pegorbanan mereka jangan ditanya. Seperti lilin yang menyinari sekelilingnya namun meleleh dirinya sendiri.

Inti dari kepahlawanan adalah pengorbanan dan untuk orang lain. Karena pahlawan bukan orang egois dan opportunis. Mereka melakukan sesuatu bukan untuk dirinya sendiri dan penuh pengorbanan. Ini adalah naluri bagi seorang pahlawan.

Setiap orang memiliki sosok pahlawan. Pahlawan itu adalah seseorang yang paling berjasa dalam hidup seseorang. Pahlawanku adalah Ibuku sendiri. Berdasarkan penuturan beberapa pihak kepadaku dan itu sudah termasuk penuturan dari Ibu sendiri. Aku menjadi tahu bagaimana kisah perjuangan ibu melahirkan diriku ke muka bumi.

Ketika aku masih dalam kandungan beliau (baca : hamil). Beliau mengalami masa ngidam. Ngidam adalah kondisi di mana badan terasa lemas, perut mual dan lidah selalu pahit. Kondisi ngidam menyebabkan nafsu makan menurun drastis dan muntah jika tubuh dimasuki makanan. Apapun kondisinya maka Ibu harus makan. Karena si anak di dalam kandungan butuh nutrisi.

Jika tidak sanggup makan. Dia harus rela disuntik cairan nutrisi. Bagaimana si anak dapat nutrisi dalam kandungannya jika tidak dimasukkan dari luar. Agar si anak bisa dilahirkan dalam keadaan sehat. Pakde Narto selalu menyuntikkan nutrisi ke dalam tubuh ibu setiap hari. Pakdeku yang hampir menjadi seorang dokter saat itu. Beliau masih status Co-Ass.

Alhamdulillah, aku dilahirkan dengan keadaan sehat.  Perjuangan ibu selama berbulan-bulan tidak sia-sia. Apa jadinya diriku.  Jika ibu tidak berjuang dan bertahan. Aku belum tentu lahir. Jika lahir belum tentu dalam keadaan sehat. Inilah pengorbanan ibu yang pertama buatku.

Aku dilahirkan dengan bobot 2900 gram menurut penuturan ibu. Bobot yang sudah baik bagi bayi yang dilahirkan dari kehamilan  yang terganggu oleh masalah ngidam. Bobot lahirku memang tidak terlalu istimewa. Namun, Ibu berusaha menaikkan bobot aku dengan segala cara.

Program ASI Eksklusif belum menggema di era 80-an atau belum ada. Susu formula dianggap lebih baik daripada ASI.  Ibu tidak ketinggalan mencari susu formula terbaik buat aku. Agar bobot tubuhku segera naik. Ibu selalu membeli susu formula terbaik di masa itu yaitu MORINAGA.

MORINAGA adalah merek susu formula yang paling BRANDED saat itu. MORINAGA berasal dari Jepang. Apapun yang berasal dari jepang mesti paling bagus di era itu. Akhirnya bobot tubuhku naik perlahan-lahan. Aku menjadi anak yang sehat dan menjadi semakin gendut.

Multivitamin juga aku konsumsi. Multivitamin yang aku konsumsi bernama SAKAVIT. Multivitamin berfungsi menambah gizi sekaligus meningkatkan nafsu makan. Aku bahkan sempat dicekoki agar doyan makan. Segala upaya dilakukan agar doyan makanan. Jika doyan makan maka lebih mudah memasukkan nutrisi yang aku butuhkan.

Aku beranjak besar. Usia aku semakin bertambah. Umurku dari dua tahun menjadi 6 tahun dan seterusnya. Beranjak usia 10 tahun, aku belum mempunyai adik. Aku masih sendirian. Itu tidak masalah. Karena aku tinggal di rumah eyang. Rumah yang sering dikunjungi banyak orang baik saudara atau tamu-tamu asing.

Aku tidak kesepian sama sekali. Ibuku beraktivitas kembali menjadi guru. Aku berangkat sekolah sendiri dan pulang sendiri. Sampai di rumah,  aku bermain ke rumah bude atau pakde samping rumahku. Maklum, aku tinggal di kompleks keluarga yang berisi beberapa rumah mulai rumah induk (rumah eyang) dan lima rumah yang mengitari ditinggali anak-anak eyang. Aku merasa bahagia dan merasakan hangatnya keluarga. Karena saudara sepupu berada di sekelilingku. Usiaku beranjak naik. Aku berusia 7 tahun. Aku masih sendiri tanpa ditemani saudara kandungku. Aku merasa baik-baik saja.

Ibuku memang hebat. Aku adalah anak tunggal tetapi ibu mendidik kemandirian. Aku tidak diperlakukan istimewa. Sewaktu SD, Aku melakukan segala sesuatu sendiri sesuai kapasitas anak SD. Aku berangkat dan pulang sekolah sendiri, mengerjakan PR dan menyiapkan buku pelajaran esok hari sendiri.

Uniknya, aku dimasukkan sekolah di dekat rumah berjarak 1 km. Kata beliau, agar aku bisa berangkat dan pulang sendiri. Aku berangkat dan pulang sekolah sendiri sejak kelas 1 sampai kelas 6. Pulang sekolah, rumah masih kosong. Karena ayah dan ibu bekerja. Aku ganti baju sendiri dan kemudian main ke rumah saudara.

Budeku tinggal di samping rumah. Beliau membuka warung nasi dan toko kelontong. Aku tidak dikasih uang saku tambahan oleh ibu. Jika aku ingin jajan maka mengambil makanan di warung budeku. Aku hitung sendiri dengan melapor ke Bude. Jika udah malam, Ibu mendatangi bude buat bayar jajanan yang telah kubeli.

Aku beranjak usia 11 tahun lebih 6 bulan dan adikku terlahir di muka bumi. Adikku lahir menjelang aku ujian kelulusan SD. Karena jarak usia yang jauh. Aku ikut membantu ibu mengurus adikku. Aku yang mendaftarkan adikku masuk SD, SMP dan SMA. Aku mengantarkan ke sekolah sejak dari SD sampai SMA. Aku yang mengambilkan rapot adikku sejak SD sampai SMA. Hanya ketika masuk Perguruan Tinggi, Adikku mengurus sendiri.

Kemandirian adalah jasa besar ibu kepadaku. Ibu mengajari kemandirian dengan praktek langsung. Ada pengorbanan di situ. Karena ada rasa tidak tega dan takut. Tetapi, beliau mengajariku kemandirian terus-menerus. Ini yang berguna ketika aku membina rumah tanggaku sendiri.

 

 

5 thoughts on “Ibuku Pahlawanku

  1. Salam hormat untuk seluruh Ibu di dunia. Pengorbanannya sungguh luar biasa.

    Ada sedikit yang bisa dikoreksi :

    1. Ngidam adalah kondisi dimana (di mana)
    2. Alhamdulillah, Aku dilahirkan (aku)
    3. Program ASI Eksklusif belum menggema (hapus satu spasi antara Program dan ASI)
    4. Beranjak usia 10 tahun, (hapus satu spasi antara 10 dan tahun)
    5. Sampai di rumah, Aku bermain ke rumah (aku)
    6. Budeku yang tinggal di samping rumah (hapus kata ‘yang’)
    7. lebih 6 bulan dan adikku (hapus satu spasi antara ‘dan’ dan ‘adikku’)
    8. adikku masuk SD, SMP dan SMA . (hapus spasi sebelum titik)
    9. disitu (disitu kata tidak baku, seharusnya dipisah jadi ‘di situ’ atau ganti dengan kata baku ‘di sana’)

    Terima Kasih

    Like

Comments are closed.