Dia ada di sekitar kita, menghirup udara yang sama seperti kita, memakai bahasa yang sama seperti kita walaupun tak memungkiri dari suku yang berbeda-beda. Namun kita disatukan oleh sebuah tanah air yang sama. Di tanah yang subur dengan berbagai macam hewan dan tumbuhan serta karakter manusia yang bermacam-macam.
Dia adalah manusia pilihan yang dipilih Tuhan untuk mengalahkan sebuah ego semata. Sebuah obsesi yang tak kunjung menemukan ujungnya. Dia adalah manusia dengan kesabaran berlipat-lipat. Dengan anugerah itu, dia memaksimalkan kondisi tubuh serta otaknya untuk mengubah pola pikir yang keliru–memenuhi hawa napsu tindakan yang menyalahi aturan lainnya.
Aku kagum dengan semangat juangnya. Perjuangan yang kadang tak diacuhkan orang tetapi yang dia lakukan tetap sama. Teringin agar manusia-manusia dalam negara ini tak keliru. Tak salah berpendapat pun tak salah memaknai suatu tindakan.
Awal dari acuan tata bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang tidak diinggris-ingriskan atau dilain sebagainya. Yang tidak dialay-alaykan atau dipleset-plesetkan serta disingkat sampai tak dapat dibaca jelas. Aku bangga melihatnya menegur walau jarang didengar. Sekalinya didengar mungkin dengan hati yang dongkol dan tidak ikhlas. Padahal itu akan sangat berguna bagi kehidupan.
Apalah tindakan kita selama ini untuk menanggulangi segala hal yang tak pantas. Kita yang butuh bantuannya atau bisa jadi sebaliknya. Anggap saja seperti simbiosis mutualisme–saling menguntungkan–jadi, kita tidak rugi sama sekali.
Bisa saja dia membiarkan kita hidup dengan kekeliruan. Membiarkan kita terbelenggu perilaku sendiri, tetapi mereka memilih bersusah payah melawan lelah demi kita. Apalagi sudah jarang ada yang taat kaidah serta menjalankannya. Aku paham, mungkin ini berat untuknya. Sikapnya yang pantang menyerah itu, sungguh seperti tiang penyangga bangsa.
Sadarkah kita, sebenarnya dalam sehari-hari kita dihadapkan pada konflik yang entah tahu bagaimana akhirnya. Yang entah bisa terselesaikan dengan baik atau tidak. Namun mereka tak gentar sama sekali, meskipun penolakan selalu terjadi. Ketidaksukaan masyarakat terhadap banyak aturan yang dia junjung tinggi.
Penanggulangan bencana dalam hal yang sangat sederhana tapi bisa berakibat fatal. Typo atau kekeliruan dalam ejaan. Sangat sering kita mengalami hal ini, bahkan mungkin tanpa kita sadari. Ia selalu hadir di setiap tulisan yang ia inginkan. Alhasil kata yang tercipta benar-benar keluar makna, malah kadang membentuk makna baru.
Dia adalah orang yang diwajibkan untuk terus memberitahukan kepada kita semua. Mengenai kesalahan gramatikal: yang seharusnya sebelum menunjukkan waktu harus didahului kata pada. Atau ke yang tambah angka harus diberi tanda hubung. Kita kadang luput dengan itu, dan dia yang membenai semuanya. Namun apakah kita tidak menaruh simpati sedikit pun padanya. Memperingan perjuangannya, misalnya. Atau kita yang mulai belajar lagi.
Dalam penggunaan di, ke, dan pun serta tanda baca: koma, titik, tanya, dan seru, dan lain-lain. Atau belajar membedakan tanda hubung dengan tanda sambung. Kita suka mengabaikannya, tulis apa yang kita mau dan apa yang kita pikirkan saat itu juga. Tanpa tahu bagaimana pahlawan kita ini berjuang melawan kantuk dan pusing. Camilan yang manis-manis pun berubah jadi pahit karena kepala pening.
Aku menganggap dia pahlawan. Kenapa alasannya mudah saja, tanpa kita sadari dia sudah sangat berjasa pada apa yang hendak kita sampaikan. Sebelum sampai kepada pembaca yang berbeda sudut pandang. Setidaknya karena dia kita tahu apa kekeliruan kita. Apa yang mesti diperbaiki atau apa yang mesti kita pelajari lagi. Dan ternyata swasunting itu memang diperlukan. Setidaknya kita memperingan tugasnya. Kita membantunya.
Hal lain lagi yang patut menjadi perhatian. Begitu banyaknya pahlawan yang ingin memajukan kecerdasan bangsa. Namun realitanya jauh dari ekspektasi mereka. Gebrakan yang mereka lakukan seolah melayang di udara begitu saja. Buku-buku yang mereka lahirkan banyak yang masih tidak tertarik dengan hal itu. Mereka hanya meminta kita untuk belajar dan membaca. Namun masih ada juga yang memperbanyak isian buku seenak jidat. Hargai perjuangan mereka dalam memujudkan masyarakat yang cerdas memaknai setiap sabda negeri sendiri.
Jadi, pahlawan di sini adalah seorang editor naskah, seorang mentor sebuah komunitas, para founder dalam menciptakan komunitas tersebut, dan para penulis yang mumpuni. Ayolah, kita ringankan pekerjaan mereka walau sedikit. Setidaknya kita sudah membantunya serta diri kita sendiri. Mari buka KBBI atau tesaurus, pelajari makna sabda, baku dan tak baku, persamaan kata.
“Tapi kan itu memang tugas mereka memberitahukannya kepada kita. Mana yang mesti direvisi ulang. Kalau mereka tidak mau melakukannya untuk kita ya berarti egois.” Pernyataan yang kadang timbul di benak kita.
Kak Dini dan para (de)mentors dalam diskusi panjang Se-tema (grup kepenulisan) pernah bilang : ketika ilmu yang semakin hari di timbun, percayalah tidak akan pernah menghasilkan apa-apa malah membuatmu gumoh. Bagaikan gelas yang terus diisi air tetapi tidak boleh diminum, maka air itu akan meluber kemana-mana. Percuma kita di sini membagi pengetahuan yang kita punya kalau tidak pernah kalian praktikkan!
Kita tahu apa yang mesti kita lakukan tetapi kita enggan untuk membuktikannya. Mari kita bantu perjuangan mereka dengan apa yang mampu kita lakukan serta tetap pada hati yang ikhlas.
Kamu luar biasa!
LikeLiked by 1 person
Makasih kak.
LikeLike
Wow…
Aku hanya bisa bilang, tulisanmu luar biasa, Devi. Realistis dan tajam.
LikeLiked by 1 person
Hehe makasih kak. Itu pun masih dalam tahap belajar kok.
LikeLike
Hanya ada sedikiiiit saja yg perlu ditutup spasinya. Pada kata “di timbun” di paragraf ke-dua dari bawah. 😀
LikeLiked by 1 person
Haha, baru baca ulang dan baru sadar itu keluar jalur ya kak. Insyaallah tidak akan terjadi lagi.
LikeLiked by 1 person