Belajar tentang tata Bahasa Indonesia bukanlah kegemaran saya. Entah mengapa dan kenapa, setiap kali menautkan pikiran dengan formula-formula dalam pembentukan kata dan kalimat, kepala saya terasa berat dan pusing. Mendapatkan respon ini, saya otomatis mundur dari pelajaran tata Bahasa. Meskipun demikian, demi menjawab sebuah tantangan, saya akhirnya mengatakan “siap” dan “bersedia” untuk menyelesaikan tantangan.
Saya bukannya bersifat kesatria, saya hanya penasaran dengan tantangan selanjutnya. Maklum, Peraturan dalam Komunitas Blogger Ikatan Kata jelas menulis bahwa para pengikat kata tidak dapat melanjutkan ke tantangan selanjutnya sebelum menyelesaikan tantangan sebelumnya. Saya menyerah, pasrah dan mengerjakan saja sesuai ketentuan. Saya belajar, itu lebih penting.
Sedikit berselancar di dunia maya, saya lalu mendapatkan inspirasi dari lagu milik Lady Antebellum yang berjudul Ocean. Lagu ini menginspirasi saya untuk menyusun 27 buah kalimat dengan menggunakan preposisi seperti yang diminta oleh tim redaksi.
Berikut adalah 27 Kalimat yang harus saya siapkan untuk tantangan KETIK#6.
“Suara ombak sore ini patut untuk dirayakan (1) bersama”, demikianlah Dinda bergumam seorang diri. Tapi, rasanya kenangan bersama orang yang dikasihinya, dihapuskan(2) ombak sore itu. Hilang dan tidak bersisa.
Dinda tahu, Hatinya seolah dirayu (3) oleh lambaian pohon kelapa dari seberang sana. “Ikuti saja iramanya, naik dan turun, keras dan lunak. Bebaskan dan lepaskan”, demikian bisik pohon-pohon kelapa di ujung sana. Ya, Dinda mengingatnya di balik (4) deburan ombak sore itu. Ia yang terkasih, berdiri di sepanjang (5) bibir pantai sementara Dinda berdiri di seberang (6) tebing besar itu.
Ini adalah yang kedua (7) kalinya harapan Dinda pupus. Kepada (8) siapakah Dinda harus mengadu ? Lelah untuk kesekian (9) kalinya, Ia ingin menyerah saja.
Angin sore itu, berhembur ke segala (11) arah. Tapi, satu suara mengarahkannya seperti ini, “Pergi saja ke laut (12) dan menyelamlah ke dalam. Menyelamlah terus hingga sampai ke dasar (13)”.
Dinda tidak menghitung sudah berapa kali ombak menyapu kakinya. Mungkin sudah seratus (14) kali lebih. Ia tidak peduli.
Dinda mungin adalah anak ke-3 (15) dari tiga bersaudara, tapi ambisinya selalu menjadi yang nomor satu dalam keluarga. Ia berpendirian kuat, bermental baja dengan tanduk di atas kepala.
Kemungkinan besar, setelah ke-11 (16) sapuan ombak, Dinda akan pulang. Ia lelah menunggu.
Ia masih berpikir lagi, dalam sisa waktu saat itu.
“Meskipun (17) ombang bergulung-gulung, tapi batu karang itu tetap berdiri kokoh”.
Dinda tahu, biarpun (18) dunia berubah, hatinya tetap sama.
Sekalipun (19) Dinda berjalan seorang diri, Ia tahu bahwa saat ini, Ia berjalan bersama pencipta-nya dalam keheningan.
Ombak sore itu bergulung-gulung, naik dan turun tidak karuan. Dinda pun (20) merasakan hal yang sama, jauh di dalam hatinya.
Lalu hening menguasai hatinya.
Ya, Langit berwarna kemerahan sore itu. Hati Dinda pun (21) demikian rasanya.
Ombak menghancurkan karang secara bertubi-tubi. Dinda pun (22) merasakan hal yang sama.
Hatinya (23) yang dikorbankan di sini. Itu adalah miliknya (24) yang pusaka, yang Ia lindungi sepanjang hidupnya. Tapi, harus Ia lepaskan dan relakan seolah bukan kepunyaannya(25) lagi.
Ia lalu putuskan kembali kepada Tuhan-nya. Ia sadar bahwa semuanya hanya milik-Nya (26).
Sore itu, bersama deburan ombak, Ia menyadari bahwa Ia adalah bagian dari ciptaan-Nya (27). Sesederhana itu saja.
Demikian, belajar tentang preposisi ditemani oleh Laut dan Dinda. Proses belajar ini lumayan menantang, tapi yang terpenting adalah saya (dan teman-teman) belajar dalam prosesnya. Semoga bermanfaat.
Salam dari saya.
keren ayu dan bermanfaat
sedikit koreksi untuk Ayu : Jika menggunakan tanda tanya ?) atau tabda seru (!) maka selanjutnya tidak perlu ditambahkan tanda titik lagi
misal : Apa kabar?.
seharusnya : Apa kabar? (tanpa titik)
LikeLiked by 1 person
Terima kasih, Kak.
Terima kasih juga perbaikannya, Kak. Siap perbaiki!
LikeLike
sip
LikeLiked by 1 person
Sebuah penghayatan akan sebuah lagu yang begitu dalam. Sampai tercipta sebuah cerita yang apik. Bagus dan kreatif, mbak Ayu.
Event ini akhirnya ‘memaksa’ kita untuk mengeluarkan apa yang ada di pikiran dan hati kita, ya. 😀
Nice.
LikeLike
Terima kasih, Mas. Saya benar-benar binggung mau mencari ide menulis yang mana hahaha.
Benar, ini namanya the power of kepepet. Ketika sudah buntu, tidak punya ide dan binggung, kita secara tidak sadar membentuk keterampilan baru, memaksanya keluar.
Tantangan ini benar-benar luar biasa.
LikeLiked by 1 person
Mantap
LikeLiked by 1 person