Belajar Preposisi Bersama Dilan

30901_dilan-dan-milea
ilustrasi : grid.id

Angin bertiup sepoi-sepoi di pagi itu. Milea duduk menyamping di atas jok Honda CB100 yang dikemudikan Dilan sembari mengobrol tentang pelajaran bab preposisi. Ternyata di balik kisah cinta mereka, terselip kisah perjuangan anak SMA yang berusaha mencintai mata pelajaran bahasa Indonesia.

“Dilan, kenapa sih kamu getol banget memintaku belajar preposisi? Otakku sudah ruwet nih. PR lain masih banyak yang belum kukerjakan. Dipaksa pun rasanya aku tak sanggup.” keluh Milea manja.

Dilan memperlambat motornya. Sambil tersenyum ia membujuk Milea dengan sabar. “Aku pikir itu penting, Milea. Karena ke depan pelajaran akan semakin berat. Kamu gak akan kuat kalau dasarnya tidak dikuasai dengan baik. Termasuk bab preposisi. Atau dalam pelajaran bahasa Indonesia sering diistilahkan dengan afiks atau kata depan.”

“Baiklah. Tapi janji ya. Setelah aku belajar preposisi kamu harus membebaskan aku dari semua kerumitan ini.”

“Siap. Aku juga tak ingin mengekangmu. Terserah. Bebas ke mana engkau pergi. Asal aku ikut.” Milea pun gemes mendengar jawaban Dilan, lalu mencubit keras pahanya.

“Ini kali ke-2 kamu mencubitku, Milea. Kalau aku terawang, siang nanti kamu akan mencubitku lagi di kantin sekolah.”

“Dasar. Tunggu saja ya, kedua tanganmu akan kucubit pakai kakatua.”

“Haha.. aku yakin, dibanding cubitan ke-3 mu masih lebih sakit digigit semut.”

“Sok tahu ah. Awas, akan kucubit nanti sampai kamu tak pernah berharap ada cubitan ke-4.”

“Hanya kepada Tuhan aku berharap, ancamanmu akan berubah menjadi cubitan penuh cinta.”

“Gombal, ah.”

Jam belajar tinggal beberapa detik. Milea langsung kabur ke ruang kelas usai Dilan memarkir motornya.

“Hei, jangan lupa siang nanti ke kantin, ya!”

Siang itu di kantin sekolah. Milea dan Dilan melanjutkan belajarnya sambil makan siang.

“Kamu mau makan apa?” tanya Milea.

Apa pun yang kamu pesan.”

“Yakin? Aku mau pesan daging monyet.”

“Boleh. Tapi ingat, kalau kamu bohong, itu hakmu. Asal jangan aku yang berbohong ke kamu.” Jawab Dilan setengah mengalah.

“Aku pikir, walaupun aku berbohong, kamu tak akan menjauhiku. Aku hanya ingin tahu.”

“Siapa bilang? Sekalipun kamu tak berbohong, aku bisa saja menjauhimu. Tapi aku yakin, Tuhan akan menjadikan perasaan jauh menjadi rasa kangen yang berat kepadamu

“Dan Tuhan pun bisa juga berbuat sebaliknya.” Milea tak mau kalah.

“Kalau Tuhan memutuskan itu, aku pun bisa menerimanya. Tapi semalam aku bermimpi, kata-katamu yang terakhir itu tak akan terjadi.”

“Dan kamu pun harus berhenti berbicara, kalau tidak ingin kelaparan siang ini. Sudah, kita makan dulu, keburu nasinya dingin.”

“Loh, mana daging monyetnya?”

“Monyetnya lepas, adanya daging ayam. Sudahlah, makan saja.”

“Oke, deh. Mungkin sudah suratan takdir-Nya kita makan siang ini dengan ayam goreng.”

“Dan semua sudah ditulis-Nya, apakah kita akan selalu bersama seperti saat ini.”

Usai makan, Milea berbisik pada Dilan.

“Kalau… orang tuaku melarang pacaran sama kamu, gimana?”

“Ah, gak pacaran sama kamu juga gak apa-apa.”

Sejenak Milea diam.

“Asal kamunya tetap ada di bumi. Sudah cukup. Sudah bikin aku senang.” kata Dilan.

“Ih, kamu bikin aku geregetan. Nih, cubitan ke-4 ku.” Milea memenuhi janjinya, tapi sayang, ia tak membawa kakatua.

*

Advertisement

11 thoughts on “Belajar Preposisi Bersama Dilan

      1. Ayu memandang dengan menggunakan standar-nya Ayu. Tulisan ini sudah langsung memberikan standar tinggi untuk penulis-penulis lainnya nanti. Kece!

        Ayu juga mengambil inspirasi bentuk dan gaya tulisan dari postingan ini.

        Terima kasih.

        Liked by 1 person

Comments are closed.