Ketika ingat sosok seorang pejuang pemerataan pelayanan kesehatan, saya lebih familiar dengan sosok pengabdi yang dengan sukarela memberikan dirinya untuk melayani di tempat-tempat yang jauh dan dilupakan. Saya tidak ingat tepatnya, tapi beberapa waktu yang lalu, saya pernah menyaksikan sebuah film dokumentar yang bercerita tentang pengabdian serta pengorbanan yang harus dilakukan oleh seorang petugas kesehatan untuk menyelamatkan nyawa banyak orang dengan terus menerus mempertaruhkan nyawanya di garis terdepan. Masih sangat lekat di ingatan saya usaha yang sangat besar, yang harus dilakukan dan diwujudkan oleh petugas kesehatan ini. Setiap harinya, Ia harus mempersiapkan diri untuk menyeberang dari pulau satu ke pulau lainnya hanya untuk mengunjungi pasiennya atau orang yang membutuhkan.
Keinginan untuk menyelamatkan nyawa banyak orang tidak dibatasi oleh ketersediaan alat dan obat-obatan. Petugas kesehatan ini menunjukkan teladan untuk berusaha dengan segala keterbatannya, dan Ia tidak menyerah dengan keadaan. Meskipun Ia adalah seorang petugas kesehatan dengan predikat penyandang status bertugas mulia, Ia jauh dari deskripsi seorang yang mulia “penampilan”nya. Ia sama seperti pasien-pasien yang setiap hari harus dibawanya. Ia adalah sosok yang kurus dengan tampang kulit berbalut tulang. Ia seperti orang yang tidak mampu mengurus dirinya. Meskipun demikian, semangat dan gairah hidupnya selalu terpancar dari mata dan gerakan tubuhnya. Ia memberi standar baru dari “mulia”-nya tugas seorang petugas kesehatan.
Saya tersentuh.
Sosok petugas kesehatan ini nyata adanya, tapi Ia jauh dari jangkauan saya. Meskipun demikian, saya merasakan sebuah keharusan untuk menemukan sosok ideal petugas kesehatan, yang kurang lebih memiliki karakter seperti sosok petugas kesehatan yang saya ceritakan sebelumnya.
Pencarian saya terhenti pada sosok sahabat saya sendiri. Saya memiliki seorang sahabat yang saya kenal sejak hari pertama pendidikan untuk menjadi seorang petugas kesehatan, Perawat. Seingat saya, ketika Ia menyandang status sebagai Mahasiswi Keperawatan, Ia tidak berbeda dengan Mahasiswa/I keperawatan kebanyakan. Tapi memang, Ia istimewa. Saya cukup mengenalnya untuk memberikan penilaian ini.
Ery, begitulah kami memanggilnya. Ia adalah seorang Perawat yang bekerja di sebuah pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di wilayah Kalimantan Tengah. Tapi, tidak seperti yang banyak kita pikirkan, Ia tidak bekerja di Puskesmas yang memiliki segala fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat. Ia mendapatkan tempat bekerja yang sedikit unik. Ia bekerja di sebuah Puskesmas yang untuk sampai ke sana harus melewati medan yang luar biasa berat, dan harus bekerja di puskesmas yang memiliki segala keterbatasan yang mungkin kita pikirkan.
Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang tidak mengenal namanya, laut. Tapi, provinsi ini sangat kaya dengan hutan dan sungai-sungai yang mengairi tanahnya. Hutan dan sungai adalah medan yang penuh tantangan dan sangat berisiko untuk dilewati. Medan seperti inilah yang setiap waktu harus dihadapi oleh sahabat saya ini. Pekerjaan untuk menjadi seorang perawat di pedalaman Kalimantan ini sungguhlah berisiko.
Ia harus berhadapan dengan cuaca yang tidak menentu, air sungai yang bisa saja berubah menjadi sangat tidak bersahabat ketika hujan dan angin datang, belum lagi masalah dalam perjalanan seperti transportasi air yang sangat mungkin bermasalahan dan masih banyak tantangan dan bahaya lainnya. Ia pernah bercerita bagaimana Ia dan para petugas kesehatan lainnya harus bersabar ketika melintasi medan air sungai yang bergelombang, berbatu dan sangat berisiko. “Nyawa taruhannya!”, demikian kata-kata yang keluar dari mulutnya setiap kali Ia menceritakan mengenai medan yang harus dilaluinya.
Sejak tahun 2015, Ia sudah dengan setia menjalani perannya sebagai perawat Puskesmas dan melayani banyak pasien yang membutuhkan. Medan yang berat adalah alasan mengapa Ia ingin sekali pindah kerja dan melayani di tempat lain. Tapi, setiap kali Ia mengutarakan niatnya ini, pada saat yang bersamaan Ia akan mengatakan lagi, “Kasian pasien kami”. Lalu, Ia mengurungkan niatnya.
Setiap kali saya ingat tentang sosok pahlawan, saya akan teringat dengan kisahnya. Bagi saya, sahabat saya ini adalah pahlawan. Ia membawa dalam dirinya semangat yang dimiliki oleh seorang pahlawan. Ia memiliki dalam dirinya semangat untuk berkorban, mendahulukan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi dan Ia tulus.
Indonesia sangat membutuhkan orang-orang seperti ini. Ya, negara ini membutuhkan orang-orang seperti sahabat saya ini. Mereka mungkin sangat tidak terkenal, mereka bekerja dalam diam untuk mencapai batas-batas dan pelosok-pelosok negeri ini. Mereka adalah pahlawan bagi saya.
Membaca kisah ini saya jadi ingat Ernesto Che Guevara. Seoarng dokter yang menangani penyakit lepra dan kemudian berjuang untuk Kuba bersama Fidel Castro. Hemmm
LikeLiked by 1 person
Wah, saya baru tahu tentang Ernesto Che Guevara ini, Kak.
Tapi, saya bisa melihat bahwa semangat untuk melayani dan merawat sesama adalah alasan dari perjuangan Ernesto dan sahabat saya ini. Bagi saya, ini adalah indah, Kak. Saya meneladani sikap seperti ini.
LikeLiked by 1 person
Filmnya sangat bagus. Coba kalau sempat kamu cari dan tonton film itu. Ernesto dan sahabatnya Alberto berpetualang hanya dengan sepeda motor Norton dari Argentina hingga Venezuela melewati Chile, Peru dan Kolombia. Mereka adalah dokter yang terjun ke lapangan untuk mengabdi kepada masyarakat. Perjalanan Ernesto dan Alberto sepanjang Amerika latin ini mengubah Ernesto dan merevolusi suatu negara.
LikeLiked by 1 person
Wah, sudah ada filmnya ya Kak. Boleh nih! Boleh buanget buat di tonton !
Terima kasih rekomendasinya, Kak.
Hum…perjalanan kecil yang berujung pada tindakan revolusi suatu negara! WOOOO, daebaaakkkk!!!
LikeLike
Woooo ada. Lama syekali… film tahun 2011 poh lupa. Judulnya kalau tidak salah Motorcycle’s diaries. Atau Che… dan yang paling membuatku tersenyum… sepanjang jalan Che menulis jurnal.
LikeLiked by 1 person
Oh yaaa ?
Ya ampyunnn… Oke deh Kak. Nanti coba cari film ini.
Nah, ini yang kece, “Sepanjang jalan..menulis jurnal”. Inspiratif!
Kadang suka berpikir juga, orang yang berani melakukan perubahan di luar dirinya adalah mereka yang sudah berhasil bergumul dengan dirinya sendiri lewat tulisan. Welleeehh..ngomong apa pula ini wkwkwkwkwk
LikeLiked by 1 person
Aku pernah membaca, lupa di mana. Perbedaan pemimpin biasa dan pemimpin besar adalah pemimpin besar adalah pemimpin yang menulis sedang pemimpin biasa tidak.
LikeLiked by 1 person
Sangat setuju dengan pernyataan ini!
LikeLike
Sosok pahlawan ternyata tak jauh dari lingkungan ya.
Salam untuk pahlawanmu, Ayu!
LikeLiked by 1 person
Terima kasih, Kak 🙏
Setuju sekali dengan pernyataan ini, Kak. Sosok pahlawan itu ada di mana-mana, kita hanya perlu membuka mata untuk melihat, mengakui dan berterima kasih padanya.
LikeLike
Mantap!
LikeLiked by 1 person